Facebook Dikecam soal Video Adegan Kekerasan

Avatar of PortalMadura.com

SUMENEP (PortalMadura) – Facebook terjebak di tengah kontroversi kebebasan berekspresi, dalam menentukan video-video pemenggalan kepala yang mana yang bisa dipasang pada situs internet media sosial populer itu.

Facebook yang memiliki lebih dari satu milyar pengguna di seluruh dunia, melarang video-video pemenggalan kepala pada bulan Mei lalu karena menimbulkan dampak psikologis buruk bagi banyak remaja pengguna Facebook.

Namun, perusahaan yang berkantor di Amerika tersebut baru-baru ini mengakhiri larangan itu dengan mengatakan, pihaknya telah mencabut larangan itu sehingga para pengguna Facebook dapat saling berbagai informasi tentang peristiwa-peristiwa di dunia, termasuk serangan teroris dan pelanggaran HAM.

Tetapi segera setelah mengubah kebijakannya, Facebook mendapat kecaman keras atas video-video yang menunjukkan pemenggalan kepala seorang perempuan yang diyakini terjebak perdagangan narkoba di Meksiko.

Perdana Menteri Inggris David Cameron juga ikut mengecam Facebook. Ia mengatakan perusahaan itu “tidak bertanggungjawab” karena membiarkan video berdarah itu dipasang – khususnya tanpa peringatan bahwa sebagian orang mungkin menilainya sebagai tindakan yang memuakkan.

Selasa malam Facebook mencabut video perempuan itu dan berupaya menjelaskan kebijakannya tentang pemasangan gambar-gambar kekerasan. Facebook mengatakan pemasangan video semacam itu dapat diterima jika merupakan bagian dari “keprihatinan atau minat publik”, di mana para pengguna Facebook biasanya mengutuk pelaku-pelaku kekerasan itu.

Seorang ahli media sosial Amerika dari Universitas Fordham – Profesor Paul Levinson – mengatakan pada VOA, tentu saja Facebook secara hukum bebas memutuskan video apa yang bisa dipasang di situsnya – termasuk pemenggalan kepala. Tetapi ia mempertanyakan apakah publik perlu melihat gambar sesadis itu untuk memahami apa yang terjadi.

Facebook mengatakan pihaknya akan tetap mencabut video-video yang dipasang “hanya untuk kesenangan sadistis atau membesar-besarkan kekerasan”. Dirilis VOA.

Pengelola Facebook kerap menghadapi tekanan yang saling bertolakbelakang dari berbagai kelompok kepentingan, yang berupaya memberlakukan sensor mereka sendiri. Kelompok-kelompok HAM ingin agar Facebook melarang muatan yang “misoginistis” atau membenci perempuan, sementara lainnya mengecam larangan Facebook menunjukkan tubuh-tubuh telanjang.

Kelompok-kelompok HAM mengupayakan larangan terhadap apa yang mereka anggap sebagai muatan yang menghujat, sementara lainnya keberatan terhadap sensor Facebook terhadap komentar-komentar kritis tentang agama yang beranekaragam.(redaksi)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.