Resensi Buku – Bernafas Dalam Lumpur Politik

Avatar of PortalMadura.Com
MH Said Abdullah
dok. Said Abdullah

PortalMadura.Com – “Apakah sekarang kita sudah merdeka 100%?”, mungkin akan ada banyak jawaban yang dapat kita berikan untuk pertanyaan tersebut. Akan tetapi, secara sederhana dan umum, dapat dijawab antara “ya” dan “tidak”. Ya, karena pahlawan kita sudah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 silam.

Tidak, karena walaupun sudah merdeka, kita dapat dengan mudah melihat bahwa di sana-sini, banyak rakyat Indonesia yang masih menderita, baik karena kemiskinan, tidak bisa sekolah, pengangguran, dan lain sebagainya. Sementara, pada saat yang sama, kita pun melihat sebagian rakyat Indonesia lain hidup mewah dan bergelimang harta.

Ironis, melihat persoalan-persoalan bangsa hari ini, rasa-rasanya cita-cita kemerdekaan makin menggelayut kabur dari pandangan kita. Ibarat panggang jauh dari api. Pada titik inilah wajah pemerintahan Indonesia nyaris menyerupai cerita Mahabrata. Ada tokoh Sengkuni yang mewakili motivasi licik dan jahat. Sedang Pandawa mewakili motivasi idealis, keikhlasan dan kejujuran untuk melihat bangsa ini sejahtera. Kira-kira begitu.

Sebuah antologi esai karya Abrari Alzael, Miqdad Husein, dan MH. Said Abdullah merefleksikan cerita pewayangan tersebut dengan kondisi sekarang. Semangat dan jiwa Sengkuni, ditengarai sudah merambah dalam arena kehidupan masyarakat, khususnya pemegang kekuasaan.

Kondisi politik Indonesia saat ini nyaris menyerupai sebuah kastil pasir. Awalnya, dilihat sepintas, politik Indonesia tampak seperti sangat kukuh. Namun, begitu bersentuhan dengan gelombang demokrasi, bangunan politik Indonesia itu ternyata amat rapuh. Kini, kedaulatan rakyat benar-benar digergaji, dimutilasi, dan menyakitkan karena dieksekusi pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan tanpa berbagi atas nama bangsa dan demokrasi.

Bagian demi bagian dalam buku ini merupakan realitas yang selama ini terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Complete, tidak hanya menyinggung politik, tetapi juga bidang ekonomi, sosial-budaya, hingga menyoal pendidikan. Beberapa kritik tajam menyeruak seolah mencerminkan sebuah gugatan. Dengan gaya satire, ketiga penulis ini kompak menyindir pemerintahan negara kita (tapi mungkin berbeda dalam hal cara penyampaian).

Bagi politisi, dunia politik bukan hanya sebagai jalan merubah nasib rakyat, tetapi juga merubah kehidupan pribadinya. Alasan terakhir inilah yang nampaknya sangat jelas terlihat, bahwa setiap upaya mereka yang utama adalah untuk kemakmuran pribadi, dan citra memperjuangkan nasib rakyat seolah hanya dibentuk lewat media, iklan, atau slogan dan jargon yang bombastis.

Terlepas dari sudut pandang positive dan negative thinking, ironis sekali, cost politic dari calon legislatif dalam pemilu kemarin mencapai milyaran rupiah, terkesan fantastik. Betapa tidak, konon berjuang demi kemakmuan rakyat saja sedemikian mahal. Maka suatu pemustahilan, ketika mereka telah mendiami “lembaga terhormat”, mungkinkah murni memperjuangkan nasib rakyat? Ataukah memperjuangkan dirinya yang mengatasnamakan rakyat?

Mungkin benar, membaca buku ini yang sebagian isinya personifikatif, akan membuat pembaca menggaruk kepalanya yang tidak gatal, atau bahkan tersenyum-senyum sendiri sebab Republik Sengkuni ini adalah dirinya, atau orang lain yang tidak jauh dari dirinya. Entahlah,yang jelas kita patut mengimani Soe Hok Gie: Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.

Semakin mengerasnya kerumitan persoalan-persoalan bangsa yang mencederai cita-cita bangsa Indonesia akhir-akhir ini, terbitnya buku semacam ini yang mengupas seputar permasalahan yang dialami bangsa Indonesia memang dirasa penting dan perlu sebagai alarm atas lupanya masyarakat Indonesia terlebih elit-elit politik terhadap cita-cita luhur bangsa Indonesia.Inilah yang menjadinilaipositifdaribukuini.

Selain itu, beberapa hal yang menjadi kritik buku ini adalah pertama, secara teknis penulisan, masih ditemukan beberapa kata yang salah ketik. Kedua, tidak ada pembagian yang jelas penulis mana yang harus mengupas tuntas bab Korupsi, bidang ekonomi, politik, atau persoalan lainnya. Serempak ketiga penulis ini sama-sama menyinggung korupsi, sehingga seolah-olah ada pengulangan-pengulangan (tautologi) dalam bahasa yang berbeda. Tapi apapun itu, buku ini layak untuk diapresiasi. Selamat membaca !

Judul Buku : Republik Sengkuni
Penulis    : Abrari Alzael, Miqdad Husein, MH. Said Abdullah
Penerbit : Kanzun Books
Tahun Terbit : 2014
Jumlah Halaman : x + 364 halaman
ISBN : 978-602-18855-8-1

-April 2015
(Indina Zulfa Ilahi Your B)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.