Sejurus kemudian ujung pisau diarahkan pada garis ukir atau gambar ukir yang sebelumnya telah dibuat menggunakan pensil. Tidak lama kemudian hasil goresan, potongan, juga cungkilan dari ujung pisau telah membentuk ukiran bermotif. Setelah proses pengukiran selesai, Arief tidak lupa mengecek hasil ukiran kalau-kalau masih ada yang perlu disempurnakan. Melumurkan pernis menjadi tahapan paling akhir dari pembuatan warangka.
Penerus Profesi Sang Ayah
Profesi meranggi yang digeluti Arief tidak lepas dari sang ayah yang bernama Amin. Arief adalah penerus pembuat warangka yang kini telah ditinggalkan sang ayah. Tenaga Amin yang kini berusia 74 tahun tidak kuat lagi memotong dan membentuk kayu. Terlebih lagi harus mengukir yang memerlukan konsentrasi dan ketelitian.
“Saya belajar membuat warangka dari kemauan sendiri. Awalnya sering melihat pembuat warangka dekat pasar. Dulu tak ada ukiran pada warangka, semuanya polos. Pembuatannya tentu saja lebih cepat. Tapi sekarang banyak pemesan yang meminta ukiran,” tutur Amin yang mulai membuat warangka di tahun 1971.
Saat ini Amin melakukan pekerjaan yang masih berhubungan dengan pelestarian benda warisan budaya, yakni penjamas keris, tombak, pisau, atau lainnya. Sedangkan Arief, yang sejak kecil dibekali kemampuan menggambar serta terampil merangkai benda menjadi karya seni, mampu mewarisi keahlian sang ayah. (*)