Opini  

Perlukah Sistem ‘Full Day School’ Dilanjutkan?

Avatar of PortalMadura.com
Perlukah Sistem 'Full Day School' Dilanjutkan?
Dinda Aisyahara Della (@portalmadura.com)

Oleh : Dinda Aisyahara Della*

Pendidikan merupakan suatu proses yang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Faktanya, dari tahun ke tahun gambaran dunia pendidikan di Indonesia seringkali atau bahkan selalu saja diwarnai dengan perubahan kebijakan.

Perubahan tersebut yakni perubahan kurikulum hingga adanya perubahan sistem pembelajaran. Hal tersebut sebagai upaya mewujudkan harapan setiap oknum pendidikan. Pada tahun ajaran 2017/2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memberlakukan sistem (FDS) sesuai dengan PERMEN Nomor 23 Tahun 2017 mengenai sekolah lima hari.

Full Day School menerapkan pembelajaran atau proses belajar mengajar sehari penuh dengan pengajaran yang intensif. Dengan menambah jam belajar untuk pendalaman materi, pengembangan diri, dan kreatifitas. Dalam rangka memaksimalkan waktu luang peserta didik agar lebih berguna dan bermanfaat, diterapkannya sistem FDS guna untuk pembentukan akhlak dan karakter peserta didik.

Adanya FDS diharapkan, sistem tersebut dapat membantu orang tua yang sibuk bekerja. Dalam artian, agar orang tua fokus dalam bekerja dan dapat mengontrol kegiatan anak.

Kelebihan FDS adalah peserta didik mendapat metode pembelajaran yang bervariasi. Saat ini, memang sudah banyak sekolah yang menawarkan kurikulum FDS. Kegiatan siswa selama 24 jam dapat dengan mudah dipantau oleh pihak sekolah. Para ahli pendidikan yang mendukung sistem ini beranggapan bahwa, FDS sebagai solusi dari revolusi pendidikan terhadap permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan.

Dengan menggunakan waktu lebih panjang di sekolah, sangat memungkinkan terwujudnya peningkatan proses pendidikan. Artinya, aktifitas peserta didik lebih mudah dikendalikan, diarahkan, dan dibentuk sesuai dengan misi dan orientasi pendidikan.

Dengan segala kelebihan-kelebihan yang ada pada sistem Full Day School, jika terjun kelapangan langsung ternyata sistem tersebut memilliki banyak kekurangan dan kelemahan. Seorang guru harus memiliki kesiapan fisik dan psikologis yang bagus dan berintelektual dalam proses pembelajaran. Tenaga pengajar yang profesional dan berkompeten adalah faktor penting dalam sistem FDS.

Sistem ini juga memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari lembaga pengelola agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Para ahli pendidikan yang kontra dengan sistem ini, beranggapan bahwa penerapan FDS sebagai bentuk kekeliruan dalam menyikapi pendidikan. Seakan-akan pendidikan hanya berfokus pada sekolah, padahal pendidikan memiliki cangkupan yang lebih luas.

Sistem FDS seringkali menimbulkan rasa bosan pada peserta didik. Dengan banyaknya jam belajar di sekolah dan aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan di luar sekolah, tidak heran jika peserta didik sangat merasakan lelah. Belum lagi rasa kantuk yang mereka rasakan saat proses pembelajaran berlangsung akibat kurangnya jam istirahat.

Hal tersebut mengakibatkan tidak konsentrasinya peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Materi yang diterangkan oleh guru akan keluar masuk begitu saja. Pada sistem pembelajaran ini, tingkat kesetresan sangat tinggi dirasakan oleh peserta didik. Jika sekolah tidak benar-benar memperhatikan pembagian waktu dengan baik, peserta didik akan merasakan tertekan dan stres karena terlalu lama berada di sekolah.

Dalam segi biaya konsumsi juga akan menyulitkan peserta didik. Waktu yang lebih lama berada di sekolah akan memerlukan konsumsi yang lebih. Masalah ini selalu muncul, apalagi terjadi pada peserta didik dengan ekonomi yang minim. Sekolah masih belum memiliki solusi dalam masalah ini. Meskipun sistem ini sudah dua tahun berjalan, buktinya masih banyak sekolah yang sudah menjalankan sistem FDS tetapi fasilitas tidak mendukung.

Mulai dari fasilitas sarana dan prasarana hingga tenaga pengajar. Seperti yang diketahui saat ini mengenai tenaga pengajar dengan pembagian jatah guru yang tidak rata, banyak sekali sekolah yang mengalami kurangnya tenaga kerja.

Sistem Full Day School juga bukan jaminan peserta didik akan berprestasi dan pendidikan akademisnya meningkat. Wacana Full Day School berpatokan dari teori yang berpendapat bahwa waktu yang optimal untuk belajar bagi anak adalah 3-4 jam per hari dalam situasi formal dan 7-8 jam per hari dalam situasi informal.

Meski begitu, kenyataannya adalah Indonesia termasuk negara yang menjalankan durasi waktu belajar atau KBM paling panjang di dunia. Durasi waktu belajar yang lama belum tentu mencerminkan hasil akademis yang baik. Indonesia masih kalah dengan negara-negara lain yang notabenenya durasi waktu belajar atau KBM mereka lebih pendek dari Indonesia.

Dengan dilantiknya menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang baru pada tanggal 23 Oktober 2019, diharapkan dapat memperbaiki sistem pendidikan yang lebih baik lagi. Entah akan tetap melanjutkan sistem Full Day School dengan memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini. Ataukah akan melahirkan sistem pendidikan baru yang lebih dapat memperbaiki masalah – masalah pendidikan di negara ini.(**)

*Penulis : Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
([email protected])

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.