PortalMadura.Com, Jakarta – Indonesia dikenal sebagai lahan subur bagi pertumbuhan startup, namun perjalanan bisnis tidak selalu mulus. Beberapa startup potensial terpaksa menutup operasionalnya meskipun memiliki ide dan inovasi menarik. Faktor seperti validasi pasar, pengelolaan keuangan, hingga tantangan eksternal seperti pandemi menjadi alasan utama kegagalan ini. Kasus seperti Zenius, yang harus menghentikan layanan sementara meski telah mengakuisisi Primagama, menunjukkan bahwa bahkan pemain besar pun rentan terhadap kesulitan operasional.
E-commerce JD.ID dan Sorabel adalah contoh lain dari startup yang harus menyerah meski sempat berjaya. JD.ID menutup layanannya pada Maret 2023 sebagai bagian dari strategi induk perusahaan untuk fokus pada logistik global, sedangkan Sorabel menghadapi kehabisan modal akibat pandemi. Dalam sektor lain, Airy Rooms dan CoHive juga tidak mampu bertahan menghadapi perubahan pasar. Airy Rooms terhantam keras oleh pandemi, sementara CoHive terpaksa tutup akibat penurunan permintaan ruang kerja bersama.
Startup seperti Fabelio dan Donafun menunjukkan pentingnya manajemen internal yang baik. Fabelio dinyatakan pailit setelah menghadapi masalah pembayaran gaji karyawan, sementara Donafun gagal mengamankan pendapatan yang cukup meski memiliki model bisnis yang unik. Tantangan serupa juga dialami oleh Qlapa, yang tidak mampu bersaing dengan platform e-commerce besar, dan Beres.id, yang terhimpit oleh pasar yang belum matang serta kendala operasional.
Meski cerita ini penuh tantangan, kegagalan startup seperti ini memberikan pembelajaran penting bagi ekosistem startup di Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor penyebab kegagalan, para pelaku bisnis dapat menciptakan strategi yang lebih kokoh. Dukungan terhadap inovasi perlu dibarengi dengan perencanaan keuangan, eksekusi strategi yang matang, serta kemampuan beradaptasi terhadap kondisi pasar yang dinamis.
