PortalMadura.Com – Pada 17 Maret 2025, Koltiva, perusahaan pertanian berbasis teknologi yang berfokus pada rantai pasokan berkelanjutan, menyelenggarakan BeyondTraceability Talks, sebuah forum yang bertujuan untuk membahas implikasi Peraturan Anti-Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Peraturan ini, yang bertujuan untuk mencegah produk terkait deforestasi memasuki pasar Eropa, memiliki dampak signifikan terhadap negara-negara seperti Indonesia. Forum ini mempertemukan para pemangku kepentingan utama industri, termasuk Ainu Rofiq dari Koltiva, Diah Suradiredja dari Kementerian Koordinator Perekonomian Indonesia, dan Insan Syafaat dari PISAgro, untuk membahas kompleksitas peraturan dan bagaimana Indonesia dapat beradaptasi dengan perubahan ini.
Penundaan selama 12 bulan dalam penerapan EUDR menggarisbawahi tantangan yang dihadapi bisnis, sekaligus memberi mereka waktu tambahan untuk mematuhinya. Namun, peraturan tersebut menyerukan investasi besar dalam sistem ketertelusuran, proses sertifikasi, dan teknologi—tantangan yang sangat sulit bagi petani kecil di Indonesia. Ainu Rofiq menekankan bahwa tanpa dukungan yang tepat, para petani ini dapat tertinggal dan terisolasi dari perdagangan global, serta tidak dapat memenuhi persyaratan kepatuhan.
Meskipun menghadapi tantangan ini, Koltiva mengadvokasi penggunaan teknologi, keterlibatan di lapangan, dan model bisnis yang inklusif untuk membantu petani kecil memenuhi standar regulasi. Pendekatan terpadu Koltiva berfokus pada transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan, yang memungkinkan bisnis menavigasi kompleksitas EUDR sambil mendukung petani kecil. Dengan kepatuhan penuh terhadap EUDR yang diharapkan pada tahun 2026, urgensi untuk memastikan kepatuhan semakin meningkat karena pasar global semakin menuntut komoditas yang bebas deforestasi dan berkelanjutan.
Sektor pertanian di Indonesia memainkan peran penting dalam perekonomian, dengan nilai ekspor mencapai USD 52,9 miliar pada tahun 2023. Namun, masalah seperti deforestasi dan emisi gas rumah kaca, ditambah dengan keterlambatan dalam mengintegrasikan ke dalam rantai nilai global karena keterbatasan teknologi, menghadirkan tantangan yang signifikan. Pemerintah Indonesia mengatasi masalah ini melalui inisiatif seperti Dasbor Nasional, yang memastikan transparansi rantai pasokan dan keterlacakan komoditas.