Polisi: Aborsi Tidak dibenarkan Untuk Korban Pemerkosaan

Avatar of PortalMadura.Com
Polisi: Aborsi Tidak dibenarkan Untuk Korban Pemerkosaan
Ilustrasi. Aktivis pro-aborsi meninggalkan boneka cacat di depan Istana Kepresidenan Polandia untuk memprotes Undang-undang anti-aborsi di Warsawa, Polandia pada 6 November 2016. ( Omar Marques - Anadolu Agency )

PortalMadura.Com, – Polisi menilai bahwa korban pemerkosaan yang hamil tidak dibenarkan melakukan menyusul peristiwa adanya seorang remaja perempuan di Jambi yang dipenjara karena menggugurkan janinnya.

Hal ini dinyatakan polisi menanggapi pernyataan dari pihak Amnesty Internasional bahwa Indonesia memiliki kewajiban hukum di bawah hukum HAM internasional untuk memastikan bahwa korban pemerkosaan atau inses dapat memiliki akses yang tepat terhadap aborsi yang aman dan legal.dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (1/8/2018).

“Tidak dibenarkan karena aborsi menghilangkan nyawa. Hukum harus ditegakkan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal M. Iqbal di Jakarta, Rabu.

Dia menilai bahwa korban pemerkosaan yang hamil hanya boleh melakukan aborsi jika kehamilan tersebut membahayakan kesehatan korban.

Perempuan yang hamil akibat diperkosa bisa menyelesaikan masalahnya di luar hukum.

“Ada sanksi sosial. Bisa duduk bersama (untuk membahas masalah). Saya tidak sependapat korban pemerkosaan dilegalkan melakukan aborsi karena ada nyawa manusia yang terlibat,” beber Iqbal.

Pada 19 Juli, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, memvonis remaja perempuan usia 15 tahun berinsial WA enam bulan penjara sementara kakak kandungnya, AA (18), divonis dua tahun penjara.

AA sudah memperkosa WA delapan kali sejak September 2017 dan AA mengancam WA agar tidak melapor.

WA akhirnya hamil dan mengaborsi janinnya lalu membuangnya di suatu kebun kosong di Jambi pada Mei.

Ibu kedua remaja ini mengaku ikut membantu WA mengaborsi lantaran malu dengan tetangga.

Pembenaran aborsi tercantum dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang menyebutkan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan.

Masih menurut PP tersebut, aborsi akibat pemerkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. (AA)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.