Riset: Prostitusi Anak Terjadi di Semua Destinasi Wisata

Avatar of PortalMadura.Com
Riset: Prostitusi Anak Terjadi di Semua Destinasi Wisata
Shutterstock

PortalMadura.Com, End Child Prostitution Child Pornography & Trafficking of Children (ECPAT) menyimpulkan, terjadi di semua di Indonesia.

Kesimpulan itu diperoleh setelah riset ECPAT di 10 destinasi wisata di Indonesia sepanjang 2015-2017 menemukan terdapat praktik prostitusi anak di semua wilayah tersebut. Yaitu di Karangasem (Bali), Gunungkidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Toba Samosir dan Nias (Sumatera Utara), Bukitinggi (Sumatera barat), Jakarta Barat, Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Kefamenanu (Nusa Tenggara Timur).

“Dari semua wilayah tersebut hanya Gunungkidul dan Karangasem saja yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Anak,” ujar Koordinator ECPAT Ahmad Sofian dilansir Anadolu, pada Kamis (28/12/2017), di Jakarta.

Selain Perda Perlindungan Anak, ujar Sofian, Gunungkidul memiliki organisasi anak, pusat rehabilitasi anak, dan organisasi masyarakat sipil yang responsif.

ECPAT, ujar Sofian, juga menyimpulkan terdapat wilayah merah soal rendahnya perlindungan anak, yaitu Jakarta Barat, Garut, Lombok dan Nias.

“Bahkan Garut tak memiliki instrumen apapun untuk melindungi anak dari bahaya prostitusi di daerah wisata,” ujar Sofian.

Prostitusi itu, ujar Sofian, terjadi lewat perdagangan seks anak, pornografi daring, maupun pernikahan anak oleh wisatawan. Anak-anak tersebut dipekerjakan di pusat hiburan malam seperti diskotik, café dan spa.

ECPAT juga menyimpulkan jumlah kasus prostitusi anak meningkat seiring meningkatnya target pemerintah akan pariwisata.

Sofian mengatakan jumlah pembinaan pelaku prostitusi yang dilakukan Kementerian Sosial meningkat dari 220 ribu orang di tahun lalu menjadi 248 ribu orang tahun ini.

“Angka ini jauh lebih sedikit dibanding realita, dan teori ECPAT Internasional jumlah anak terlibat prostitusi diperkirakan 30 persen dibanding dewasa,” ujar Sofian.

Sedang jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), meningkat 25,68 persen ketimbang tahun sebelumnya menjadi 9,25 juta sepanjang Januari-Agustus.

“Sayangnya meningkatnya jumlah wisatawan tak berbarengan dengan perlindungan maksimal terhadap anak di wilayah destinasi wisata,” ujar Sofian.

Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata Oneng Setya Harini mengatakan pemerintah menargetkan pariwisata sebagai penyumbang devisa terbesar pada 2019.

Harapan pemerintah, ujar Oneng, dengan target 20 juta wisatawan tahun 2019, pariwisata bisa menyumbang Rp240 triliun untuk negara.

Saat ini, kata Oneng, Indonesia baru menempati peringkat ke-43 soal indeks daya saing pariwisata. Targetnya Indonesia bisa mencapai posisi 30 pada 2019 mendatang.

Pariwisata, ujar Oneng, menjanjikan manfaat secara ekonomi, yaitu menambah devisa negara, pemasukan daerah, menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan kehidupan warga sekitar.

“Tapi pariwisata juga rentan disalahgunakan untuk kegiatan eksploitasi seksual terhadap anak,” kata Oneng.

Oleh karena itu Oneng menekankan pentingnya kerja sama Kementerian Pariwisata dengan berbagai lembaga terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).(Hartono)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.