Organisasi kemahasiswaan sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kapasitas dirinya, baik secara keilmuan, “experience” (pengalaman), “leadership” (kepemimpinan), kerjasama, maupun kepekaan (responsif) terhadap problem-problem sosial kemasyarakatan, kebangsaan, dan lain sebagainya, termasuk kapasitas manajerial dan kecapakannya (mahasiswa). Dengan kata lain merupakan suatu keniscayaan bahwa organisasi memang teramat penting bagi mahasiswa.
Pada ranah keilmuan, melalui organisasi mahasiswa tidak hanya mendalami pemahaman terkait wilayah fakultatifnya, lebih dari itu ia akan lebih banyak bersentuhan pula dengan bidang keilmuan lain, pun dengan kemampuan analisis sosialnya, ia diyakini akan kerap bersentuhan dengan ranah sosial yang kemudian akan menjadikan mahasiswa lebih responsif dalam menyikapi dan mampu menjadi “problem solver” bagi problematika-problematika yang terjadi dalam realita kehidupan.
Bukan hanya dalam ranah keilmuan, kecakapan retorika serta kemampuan dalam berinteraksi sosial pun akan dilatih. Ia akan lebih matang dan lebih mudah bergaul, berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga akan mudah untuk meradaptasi menyesuaikan lingkungan dan kondisi yang ia hadapi. Kemampuan retorikanya pun akan terlatih, ia akan mampu bertutur, bercakap dengan elok dan mampu menempatkan dirinya secara sesuai.
Lebih lanjut, dalam organisasi, ia (mahasiswa) pun juga dibekali dengan berbagai kemampuan manajerial dan leadership. Ia akan memanajemen banyak keadaan dan kondisi, termasuk manajemen waktu dan keorganisasian.
Dalam satu kesempatan ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa “kemampuan akademik (nilai atau IPK) akan mengantarkanmu menuju meja interview kerja, tapi kecakapan organisasi (softskill) akan mampu membuatmu melewati interview dan mendapatkan profesimu.
