Batalkah Wudu Suami Istri yang Bersentuhan? Ini Jawabannya

Avatar of PortalMadura.com
Batalkah Wudu Suami Istri yang Bersentuhan? Ini Jawabannya
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Bagi Pasangan Suami Istri (Pasutri) yang sudah menikah, untuk menguatkan romantisme hubungan dan rasa kasih sayang di antara keduanya biasanya sebagian dari mereka menunjukkannya dengan cara bersentuhan.

Menyentuh pasangan yang sudah menjadi muhrimnya memang tidak masalah. Tapi bagaimana jika pasangan sedang punya ?. Batalkah wudunya tersebut?.

Sampai sekarang, masih banyak kaum muslimin yang bingung mengenai hukum tersebut. Tidak sedikit dari mereka yang mengangap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudu. Tapi sebagian lainnya mengungkapkan tidak demikian. Lantas, mana yang tepat?.

Secara umum ada tiga pendapat berbeda dalam hal ini. Imam Syafi'i dan ulama dari kalangannya berpendapat bersentuhan kulit tanpa aling-aling, baik itu dengan istri sendiri, bisa membatalkan wudu. Meskipun ia bersentuhan tanpa syahwat.

Imam Syafi'i, seperti ditulis Ibnu Rusyd berpendapat, bahwa siapa yang menyentuh lawan jenisnya tanpa alat, baik menimbulkan berahi atau tidak, maka batal wudunya. Di sisi lain, ada riwayat lain menyatakan bahwa dalam hal wudu, Imam Syafi'i mempersamakan istri dengan semua mahram.

Dasarnya tafsir ayat 43 surat an-Nisa. Dalam penjelasan hal-hal yang membatalkan wudu, kata laamastum dalam aulaamastum nisaa ditafsirkan oleh Imam Syafi'i dan Imam Nawawi sebagai menyentuh perempuan, bukan bersetubuh dengan perempuan. Abdullah bin Mas'ud juga mengartikan laamastum selain jima'.

Dalam kitab Fathul Mu'in disebutkan beberapa faktor yang membatalkan wudu. Di antaranya bertemunya dua kulit antara pria dan wanita meskipun tanpa syahwat. Nahdlatul Ulama (NU) yang memakai mazhab Syafi'i dalam fikihnya berpendapat dalam situs resminya, bersentuhan tangan dan kecupan kepada istri bisa membatalkan wudu. NU mengutip hadis dari yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, “Sentuhan tangan seorang laki-laki terhadap istrinya atau menyentuhnya dengan tangan wajiblah atasnya berwudu” (HR Malik dan as-Syafii).

Pendapat kedua adalah persentuhan antara suami istri baik disertai atau tidak dengan syahwat tidak membatalkan wudu. Pendapat ini dianut Imam Hanifah. Menurutnya, hanya persetubuhan yang membatalkan wudu. Dalilnya pun sama, surat an-Nisa ayat 43. Namun, laamastum di sini ditafsirkan dengan jima' atau persetubuhan.

Syekh Salih bin Muhammad bin Utsaimin berpendapat tidak batal wudunya suami istri yang bersentuhan bahkan berciuman. Dasarnya adalah hadis dari Aisyah RA. Aisyah RA meriwayatkan, Rasulullah mencium salah satu istrinya kemudian melaksanakan salat tanpa berwudu lagi (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud).

Hadis ini diperselisihkan di kalangan ulama mengenai derajatnya. Syekh Nashiruddin al-Albani menshahihkannya. Tidak utuhnya para ulama menerima derajat sahih hadis ini juga menjadi penyebab perbedaan pendapat masalah ini.

Pendapat ketiga dari mazhab Malik dan Hanbali yang menyatakan batalnya wudu akibat persentuhan yang mengakibatkan birahi, baik terhadap suami istri ataupun selainnya. Ibnu Qudamah lebih menekankan hukum asalnya tidak membatalkan, namun jika keluar madzi dan mani maka wudunya batal. (republika.co.id/Putri)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.