PortalMadura.com-Petani tembakau di Kabupaten Sampang, Madura, dilanda krisis akibat anjloknya harga jual tembakau hingga lebih dari 50 persen. Penurunan drastis ini dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem berupa kemarau basah yang mengganggu proses pengeringan hasil panen.
Kemarau basah, yaitu kondisi musim kemarau yang diselingi hujan ringan dan udara lembap, membuat petani kesulitan menjemur tembakau. Akibatnya, kualitas daun tembakau menurun dan harganya pun anjlok di pasaran.
Asnawi, petani dari Desa Tobai Tengah, Kecamatan Sokobanah, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut, tahun lalu harga tembakau masih stabil di kisaran Rp75.000 hingga Rp80.000 per kilogram. Namun pada musim panen 2025, harga jual hanya mencapai Rp35.000 per kilogram.
“Tahun ini harganya rusak, tidak seperti tahun lalu. Kami hanya bisa jual Rp35.000 perkilonya,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).
Dampaknya sangat dirasakan secara ekonomi. Asnawi dan petani lain harus menerima kerugian besar karena hasil panen yang seharusnya menjadi sumber penghidupan utama justru tidak laku di harga wajar.
Hal serupa dialami Abd Kholik, petani asal Desa Rabasan, Kecamatan Camplong. Dari lahan seluas 8.000 batang tembakau, ia hanya meraup pendapatan sekitar Rp3,5 juta tahun ini. Padahal, tahun lalu ia bisa membawa pulang hingga Rp18 juta.
“Tahun ini rusak semua, jadi saya jual langsung di lahan, tanpa sempat panen dan keringkan,” katanya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sampang, Chandra Ramadhani, membenarkan kondisi cuaca yang tidak mendukung. Ia menjelaskan bahwa wilayah Sampang masih berada dalam fase kemarau basah, yang diperkirakan berlangsung hingga September 2025.
“Saat ini masih kemarau basah. Dampaknya sangat dirasakan petani tembakau dan petani garam, karena mereka tidak bisa menjemur hasil panen secara maksimal,” ujarnya.
Pemerintah daerah diminta segera memberikan bantuan teknis dan mitigasi cuaca, seperti penyediaan alat pengering atau bantuan pasca-panen, agar petani tidak terus menerus mengalami kerugian.
Sementara itu, para petani berharap ada intervensi dari pihak pembeli atau pemerintah untuk menstabilkan harga dan menampung hasil panen meski dalam kondisi kualitas rendah.