Resensi Buku – Sajak Yang Dirindukan Sang Celurit Emas

Avatar of PortalMadura.Com
Resensi Buku
Resensi Buku

PortalMadura.Com – Zawawi adalah sosok penyair dari ujung Madura yang mempunyai kehebatan dalam membuat puisi dan juga mempunyai kemampuan membaca puisi yang puitis. Membaca karya-karya pak Zawawi dalam buku ‘Air Terisak Membelah Batu' membuat saya benar-benar masuk didalamnya, bahkan seperti terperangkap didalam sebuah ruangan yang senyap dengan diisi alunan-alunan suara yang menggema.

Suara-suara yang tidak asing dalam kehidupan nyata tetapi membuat imajinasi saya menyatu, bahkan beberapa puisi dalam buku ini membuat dada ini terasa sesak. Bait-perbait dalam puisi sang celurit emas benar-benar membuat peperangan dalam pikiran. Dalam puisinya benar-benar menggunakan diksi-diksi yang tidak awam dipakai oleh penyair-penyair pada umumnya, seperti halnya goreng pisang, codot dan masih banyak lain.

Dari puisi-puisi yang ada seolah-olah mengajak para pembaca mengerti satu persatu dari kata perkata yang disuguhkan dalam puisi tersebut agar para pembaca bisa memaknai dan mencari arti kata tersebut. Semangat puisinya masih nasionalis yang tak banyak juga ditemukan pada para penyair zaman sekarang yang mengandalkan permainan kata yang puitis.

Air Terisak Membelah Batu, sebuah judul buku kumpulan puisi karya Zawawi Imron yang telah lama dikumpulkan tetapi tidak segera untuk dipublikasikan oleh Sang Penulis, diibaratkan ketika sesuatu yang disimpan Rapi itu menandakan bahwa sesuatu itu yang sangat disayangi dan sepertinya puisi-puisi yang ada didalam buku ini benar-benar puisi yang sangat disayangi oleh sang penulis.

Didalamnya, terpilah menjadi 3 bagian episode, Pertama; Kerikil Rahasia sajak-sajak tahun 1980-an dimana dalam bagian ini puisi-puisi yang terkumpul dibuat pada tahun 1980-an Sang Penulis mengexplore puisi-puisinya dengan sebuah takdir yang digariskan oleh Sang Penguasa alam seperti dalam sajaknya yg berjudul “Merpati” .. bantal dan keringat tak pernah senada.. dari puisi ini mengibaratkan mimpi dan kenyataan yang terkadang tidak sesuai dengan harapan. Begitu juga dipuisi yang berjudul “Padang” 3 bait puisinya yang berbunyi …”Cinta yang tak terbaca menghijau dipadang rumput yang awal dalam maut”.. disinipun terlukiskan garis sebuah takdir yang bersandar pada sebuah Rahasia Ilahi.

Pada bagian kedua; dengan Tafsir Kesepian kumpulan sajak-sajak yang dibuat pada tahun 1990-an dalam episode ini merupakan kumpulan karya puisi terbanyak dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain, dalam episode Tafsir Kesepian ada 49 puisi yang dibuat oleh sang penulis pada era 1990-an ketika kita membaca judul-judul dari puisi tersebut penulis benar-benar menafsirkan apa arti sebuah Kesepian dan ketika membaca bait-bait puisinya seperti dalam puisi “Tanya” .. dalam mengunyah pecahan kaca : aku bertanya: pantaskah bila kumandi pada airmatamu yang meleleh menyiram melati?… bagaimana sang penulis mengibaratkan kesepian hati dengan menggunakan kata .. mengunyah pecahan kaca… begitu juga dengan puisi yang berjudul “Dikebun Jambu” … aku menyanyi dalam hati serintis tembang rahasia… luar biasa dalam pemaknaan bait ini bagaimana sang penulis rindu akan sebuah tanaman-tanaman hijau yang susah ditemui saat ini dan merasakan kesepian ketika rindu itu datang. Dalam episode ini juga ada puisi yang berjudul “Lirik” dimana puisi ini berkelanjutan dari Lirik I sampai dengan Lirik X.

Bagian terakhir dalam Puisi ini Kelenjar Sukma kumpulan sajak-sajak terbaru dari sang empunya penulis dimana dalam bagian ini sang penulis seperti berkelana dalam puisinya sesuai apa yang diinginkan dari 29 puisi yang ada didalam Kelenjar Sukma ini benar-benar bermakna luas dan tidak terdoktrin pada satu sisi. Seperti yang tersirat dalam “Perempuan dan Rambut” .. ditengah perjalanan ia berfikir, “siapa yang akan menyambutku disana?” dalam setiap bait puisinya menggambarkan penantian seorang gadis akan pasanganya. Dan ketika membaca yang berjudul “Bintang” … yang kasihan adalah bintang, yang suka berkedip-kedip itu tengah malam begini, tak seorangpun yang menontonya… dimana dalam puisi ini mengibaratkan sebuah kepedulian sosial terhadap lingkungan.

Dalam antologi puisi ini, ada bebrapa bagian yang membuat pembaca bingung seperti dalam bagian kedua dari antologi puisi ini ada beberapa judul puisi seperti Kusebut II, Kisah II, Tonggak II disitu tidak ada bagian lanjutan atau awal seperti halnya puisi yang bertajuk Lirik dimana dipuisi tersebut berkesinambungan dan pembaca paham seutuhnya tentang puisi itu sebab disitu terungkap penuh dimulai puisi Lirik I sampai dengan X.

Pemaknaan-pemaknaan kata yang harus dimengerti oleh sang pembaca yang menimbulkan ambiguitas dalam pengimajinasian puisi bahkan cenderung menggantung ketika  ketidakpahaman menggelayuti  sang pembaca, dan juga ada beberapa puisi yang sangat pendek dan hanya 2 atau 3 baris yang membuat penasaran hingga ketika selesai membaca buku ini membuat penasaran tentang maksud dan tujuan dalam puisi tersebut seperti dalam bagian pertama “Kerikil Rahasia” dengan judul : Kisah, Titian, Pada Sarung dan Pada Senyap. Dalam Sebuah puisi jauh lebih mengena ketika menekankan bagaimana pembaca bisa mengemukakan inti masalah dan inti pengalaman. Didalam buku ini sang penulis banyak melakukan pemadatan. Hal inilah yang menyebabkan hubungan antar kalimat lebih bersifat implisit.

Dalam buku ini unsur-unsur pembentuk puisi sudah sangat tercover, seperti yang dikatakan oleh  Richard, yang menyatakan ada dua hal penting yang membangun sebuah puisi, yaitu hakikat puisi (the nature of poetry) dan metode puisi (the method of poetry) disini sang penulis mengimplementasikanya dengan baik, serta pemilihan majas dan typologi yang sangat apik dalam buku ini. Ketika Celurit Emas dilabelkan untuk Sang Penyair sangatlah pantas sebab Zawawi Imron ingin sekali merubah stereotype bahwa Madura mempunyai Celurit yg bersimbah darah dengan Carok dan merubahnya dengan Celurit Emas yang  diharapkan stereo type itu berubah menjadi celurit yang menghasilkan pundi-pundi emas dengan goresan tinta untuk Madura. Selamat Membaca!.(har)

Judul : Air terisak Membelah Batu
Karya : D.Zawawi Imron
Jenis buku : kumpulan puisi
ISBN : 978-979-99838-8-6
Tebal : Xxii + 102 halaman
Penerbit : Yogyakarta, Akar Indonesia, 2014

, 9 Juni 2015
Peresensi : Wildona Zumam (YourB)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.