SinergiMadura.com- Sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, mengeluhkan mahalnya biaya sewa stand pada gelaran Pragaan Fair 2025 dan Parade Tong-Tong Serek. Acara tahunan yang mengusung tema “Tradisi Lestari, Kemandirian Ekonomi” justru dinilai memberatkan pelaku usaha kecil akibat tarif sewa yang tidak sebanding dengan omzet penjualan.
Pantauan di lokasi, setiap pelaku UMKM dikenakan biaya sewa stand sebesar Rp750.000 untuk seluruh rangkaian acara, yang berlangsung dari pembukaan hingga malam puncak. Biaya tersebut harus dibayar lunas di muka, tanpa ada skema cicilan atau subsidi khusus.
“Kita bayar Rp750 ribu penuh untuk semua hari. Tapi omzetnya kecil, kadang cuma Rp100–200 ribu per malam,” keluh salah satu pelaku UMKM yang enggan disebutkan namanya, Senin (29/7).
Ia menambahkan, dengan omzet tersebut, para pelaku usaha hanya mampu menutup sekitar 50 persen dari modal yang dikeluarkan, bahkan itu pun tergantung pada kondisi cuaca. “Kalau hujan atau sepi pengunjung, bisa rugi bersih,” ujarnya.
Akibat tekanan ekonomi ini, sejumlah pelaku UMKM memilih mundur dari kegiatan. Mereka menilai semangat pemberdayaan ekonomi yang digaungkan panitia tidak sejalan dengan realitas di lapangan.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Sumenep, Mohammad Iksan, menegaskan bahwa tujuan utama acara adalah mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemberdayaan UMKM.
“Kegiatan ini memang dirancang untuk memberi ruang bagi UMKM tumbuh dan dikenal lebih luas,” ujar Iksan saat dikonfirmasi.
Namun, ia mengakui bahwa dukungan anggaran dari pemerintah daerah bersifat stimulan. “Kalau tidak salah, dari Disbudporapar dialokasikan sekitar Rp15 juta. Tapi saya akan cek kembali angkanya,” jelasnya.
Camat Pragaan, Indra Hernawan, membenarkan adanya tarif sewa stand sebesar Rp750 ribu. Menurutnya, penyediaan tenda dan fasilitas stand dilakukan bekerja sama dengan pihak ketiga, bukan murni ditanggung panitia.
“Memang benar, stand di dalam lapangan dikenakan biaya Rp750 ribu karena dikelola pihak ketiga. Tapi untuk stand di luar area, khususnya sisi utara, diterapkan sistem seikhlasnya,” terang Indra.
Meski demikian, respons ini belum cukup meredakan kekecewaan pelaku UMKM. Mereka berharap ke depan panitia lebih transparan dan memberi prioritas pada pelaku usaha lokal, bukan hanya menjadikan mereka sebagai pelengkap acara seremonial.
“Kami ingin diberdayakan, bukan dibebani,” ujar salah satu pedagang. “Event seperti ini harus benar-benar jadi momentum untuk bangkit bersama.”