Wanita Tak Perlu Tunggu Pria Usai Jumatan untuk Salat Zuhur, Ini Penjelasannya

Avatar of PortalMadura.com
Wanita Tak Perlu Tunggu Pria Usai Jumatan untuk Salat Zuhur, Ini Penjelasannya
ilustrasi

PortalMadura.Com – Sejauh ini, mayoritas kaum hawa meyakini bahwa di hari Jumat ia baru bisa melaksanakan ketika pria sudah keluar dari masjid atau selesai jumatan.

Apakah Anda salah satu dari orang yang mempraktikkan hal itu?. Jika iya, benarkah Islam mengajarkan tentang dengan cara demikian?. Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan berikut ini:

Sesungguhnya salat adalah kewajiban bagi kaum mukminin yang telah ditetapkan waktunya” (QS. An-Nisa: 103).

Dalam hal ini, waktu salat Zuhur dimulai sejak matahari tergelincir, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam hadisnya, “Waktu Zuhur, sejak matahari tergelincir sampai bayangan orang sama dengan tingginya, sebelum masuk waktu Asar” (HR. Muslim no. 612).

Oleh sebab itu, sekalipun di hari Jumat, para wanita bisa tetap melaksanakan salat Zuhur begitu sudah masuk waktunya, dan tidak perlu menunggu para pria selesai salat Jumat.

Hal ini senada dengan jawaban dari Lajnah Daimah Saudi Arabia ketika mendapat pertanyaan, “Apa hukum menunaikan salat Jumat bagi wanita?. Apakah ia melaksanakannya sebelum atau sesudah salat para pria atau ia salat bersama mereka (kaum pria)?”.

Maka jawabannya adalah sebagai berikut:

Wanita tidak wajib melaksanakan salat Jumat. Namun jika wanita melaksanakan salat Jumat bersama imam salat Jumat, salatnya tetap dinilai sah. Jika ia salat di rumahnya, maka ia kerjakan salat Zuhur empat rakaat. Ia boleh mulai mengerjakan salat Zuhur tadi setelah masuk waktu Zuhur, yaitu setelah matahari tergelincir ke barat (waktu zawal). Dan sekali lagi dia tidak boleh laksanakan salat jumat (di rumah) sebagaimana maksud keterangan sebelumnya. Wa billahit taufiq. Salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya”.

Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu'ud selaku anggota. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta', 8/212, no. 4147, pertanyaan kedua).

Semoga semakin memperjelas dan menghilangkan keraguan terhadap permasalahan ini. Wallahu A'lam. (ummi-online.com/Putri)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.