HMI : Dunia Pendidikan Bukan Untuk Mencetak Budak Pemodal Asing

Avatar of PortalMadura.com

BANGKALAN (PortalMadura) – Beberapa waktu lalu di Kampus Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di laksanakan FDG (Forum Diskusion Group) yang di hadiri oleh semua pimpinan Perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta yang ada di Madura.

Hadir pula dari Badan pengawas wilayah Suramadu dan BP Migas. Pembahasan di forum tersebut membahas terkait kualitas sumber daya manusia (SDM) di Madura yang masih rendah. Bahkan, 70 persen masyarakat Madura berpendidikan SMA ke bawah.

Acuan yang mendasari terselenggaranya FGD tersebut di antaranya, kualitas SDM di Madura dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2012 lalu, untuk Bangkalan 65,39 persen, Sampang 61,03 persen, Pamekasan 65,72 persen, dan Sumenep 66,59 persen.

Rektor UTM Prof Dr Ir H Arifin, M.S, dalam sambutannya berharap supaya Forum Silaturahmi Pimpinan Perguruan Tinggi Se Madura (Forsim) terus memberikan kemajuan bagi pembangunan SDM di Madura, karena ke depan industrialisasi akan terus berkembang, sehingga butuh SDM yang mumpuni.

Salah satu aktifis HMI Bangkalan, Moh. Hairus Zaman dalam rilisnya yang diterima Redaksi PortalMadura mengatakan, perguruan tinggi juga merupakan dunia pendidikan. Dan yang perlu di pahami tentang pendidikan hakekatnya adalah bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Pendidikan, kata dia, bukan suatu jembatan untuk mencetak manusia sebagai alat  kepentingan para kaum pemodal atau industrialisasi, karena seharusnya pendidikan itu harus mampu mencetak output yang mampu menghasilkan manusia yang berkualitas, yang memiliki semangat, kecerdasan dan etos kerja yang sangat besar, supaya mampu menjadi manusia yang berdikari, bukan manusia pelengkap ataupun sebagai manusia yang bekerja sebagai budak kapitalis.

Masyarakat Madura adalah manusia yang terlahir dari nenek moyang yang berkualitas, manusia yang tinggi. “Kita sebut saja salah satunya adalah Trunojoyo, dan kita mungkin sudah tahu sepak terjang Trunojoyo melawan kerajaan Mataram untuk melepaskan Madura dari jajahan kerajaan Mataram,” terangnya.

Karakter perjuangan Trunojoyo seharusnya menjadikan suatu inspirasi bagi masyarakat Madura, dan itu merupakan tugas dunia pendidikan untuk mampu mencetak manusia Madura kembali mengetahui karakter bangsanya.

“Kalau dunia pendidikan sudah memiliki orientasi ingin menjadikan manusia sebagai manusia pekerja untuk memenuhi kepentingan kaum pemodal, maka sama halnya dunia pendidikan telah beralih fungsi menjadi alat kepentingan kaum pemodal (kapitalis) dan menciderai hakekat pendidikan itu sendiri,” katanya.

Pernah di uangkapkan oleh Paulo Faire, keadaan yang demikian merupakan keadaan dimana dunia pendidikan menjadi alat penindasan manusia dalam dunia berfikir bukan lagi sebagai wadah memanusiakan manusia.

Perguruan tinggi di Madura harus mampu menjadikan sebuah wadah yang mampu mendidik dan melahirkan anak didik yang berkualitas, dan mampu menjadi manusia yang berdikari.

Titik berangkat kesejahteraan bukan dari perspektif SDA (Sumber Daya Alam), melainkan harus berangkat dari titik kesadaran bahwa garda terdepan untuk meraih kemenangan adalah kualitas manusia yang luar biasa. Dan kualitas manusia hanya bisa diraih lewat pendidikan berkualitas. Hal utama pendidikan berkualitas itu sendiri bukan lantaran gedung, buku, kurikulum atau bahasa yang berkualitas.

Dunia pendidikan di Madura harus yakin dan mampu meyakinkan anak didik, bahwa masyarakat Madura itu mampu mengelola sendiri harta kekayaan alam yang dimiliki oleh Madura.

“Kita harus berhenti memberikan sebuah arahan bahwa untuk mengelola SDA Madura selalu butuh bantuan investor luar, terutama asing. Maka untuk mencapai cita-cita itu butuh kualitas hasil dunia pendidikan yang luar biasa,” tandas zaman.(htn)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.