Kritik Perda Poligami Pamekasan, Motif Seksualitas Berkedok Agama

Avatar of PortalMadura.Com
Kritik Perda Poligami Pamekasan, Motif Seksualitas Berkedok Agama
ilustrasi

PortalMadura.Com – Ambisi legislatif atau eksekutif di , Madura, Jawa Timur, untuk merumuskan Peraturan Daerah (Perda) Poligami, sungguh merupakan ide barbar yang setara dengan cara berpikir psikopat, dan mungkin mereka telah terjangkit penyakit kegilaan seksual. Terjadi kesesatan berpikir intelektual (intelectual fallacy) yang dibungkus dengan topeng agama.

Secara ontologis, ayat poligami adalah produk manipulasi tafsir yang dikonstruksi oleh ulama laki-laki dengan cara menghilangkan fakta sejarah dan makna terdalam dari sebuah teks yang sesungguhnya mengusung semangat monogami.

Isu poligami yang selalu tampil dengan kemasan agama, bukanlah produk teologis, tetapi lebih merupakan ketidak mampuan laki-laki dalam mengelola kehendak seksual untuk “memangsa” perempuan. Poligami sengaja dikonstruksi oleh rezim seksual laki-laki untuk menundukkan seksualitas perempuan.

Praktik poligami sehalus apapun dengan menggunakan topeng agama, tetap akan mengalami benturan dengan nurani perempuan dan merendahkan martabat manusia.

Perempuan yang dipoligami, secara tidak sadar dirinya telah berubah menjadi benda yang dikoleksi oleh laki-laki sebagai budak seksual. Sehingga perempuan menjadi kehilangan atas kedaulatan tubuh dan seksualitasnya.

Poligami Mengingkari Konstitusi dan UU

Ide konyol untuk membuat , tidak hanya menunjukkan ketololan dan kegagalan menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Tetapi juga bentuk kebodohan penyelenggara pemerintahan dalam memahami ketentuan yang terdapat dalam konstitusi dan undang-undang.

Pada prinsipnya sebuah Perda tidak boleh bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan di atasnya. Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian internasional diantaranya tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 Tentang Ratifikasi Hak Sipil Politik serta Undang-Undang Nomor 39 tahun 2000 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Konstitusi dan ketiga instrumen undang-undang tersebut menegaskan tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan. Rencana Perda Poligami tentu bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud.

Selain menerobos aturan diatasnya, membuat Perda berbasis agama juga bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang menyebutkan bahwa produk hukum tentang urusan agama menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Ada enam kewenangan yang menjadi urusan pemerintah pusat, yaitu; politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi (kehakiman dan peradilan), moneter atau fiskal dan agama.

Mengatur agama dalam bentuk Perda jelas merupakan tindakan makar terhadap konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan diatasnya. Dan itu bisa dibatalkan lewat kewenangan judicial review (uji materi) melalui Mahkamah Agung (MA). (*)

Penulis: Fauzi ([email protected])

(Advokat dan ketua koalisi laki-laki menentang poligami sekaligus anggota dewan pembina Front Pemuda Madura (FPM)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.