Momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 harus dimanfaatkan betul oleh masyarakat Madura. Sebagian besar kabupaten di Madura (Bangkalan, Sampang dan Pamekasan) bakal menghadapi pilkada serentak, Rabu (27/6/2018).
Itu artinya, saatnya masyarakat menentukan kemajuan atau malah kemunduran Madura. Sebab efek salah menentukan pimpinan itu tidak hanya berdampak selam lima tahun, bahkan hingga belasan tahun.
Kenapa penting memilah dan memilih pemimpin yang visioner menatap Madura lebih cepat maju. Alasannya sederhana, Madura itu memiliki karakteristik dan potensi disemua sisi yang tidak kalah dengan daerah maju lainnya.
Bahkan wilayah Madura ini lebih unggul. Potensi dan kekayaan alamnya yang luar biasa ini justru hanya menjadi pajangan kemiskinan dan stereotip negative masyarakat Pulau Garam.
Pejabat dan masyarakat Madura sebenarnya tahu jika potensi Madura menjadi wilayah maju sangat dimungkinkan. Hanya saja tidak ada langkah pasti yang mengarah pada percepatan memajukan Madura dibidang ekonomi, pembangunan ataupun disektor bidang lainnya. Sehingga penting masyararakat menentukan siapa yang dianggap mampu menjadi pemimpin atau bupati di wilayah Madura.
Kita tahu saat ini Kabupaten Bangkalan memiliki tiga calon bupati dan wakil bupati yaitu Farid Al Fauzi dan Sudarmawan, Imam Buchori dan Mondir A. Rofii, Abdul Latif Amin Imron dan Mohni.
Latar belakang mereka juga beragam. Kemampuan ketiga pasangan calon (paslon) itu tentu tidak diragukan lagi sehingga dianggap layak memimpin Bangkalan yang menjadi pintu masuk ke wilayah Madura.
Begitupun untuk Pilkada di Sampang yang diikuti tiga paslon yaitu H. Slamet Junaidi dan Abdullah Hidayat (Jihad), Hermanto Subaidi dan Suparto (Mantap), dan H Hisan dan Abdullah (Hisbullah).
Sedangkan di Pamekasan hanya diikuti dua paslon yaitu Badrut Taman dan Raje’e (Berbaur) serta pasangan Kholilurrahman dan Fathor Rohman yang dikenal pasangan (Kholifah).
Dari semua paslon tersebut pasti memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing dalam memimpin daerahnya. Pun barang tentu ada pasangan yang dianggap paling menonjol atau dianggap paling mampu memajukan tiga kabupaten ini.
Nah, inilah tugas masyarakat yang harus memilih siapa yang paling dianggap mampu bekerja nyata untuk kemajuan daerahnya.
Permasalahannya, terkadang masyarakat di Madura abai terhadap kapasitas dan kemampuan para kandidat calon pemimpin di kotanya. Sehingga tidak jarang golput dan bahkan memilih pemimpin karena mendapatkan uang (money politic).
Hal ini dikarenakan masyarakat sudah trauma dengan pelaksanaan pemilu. Tak sedikit pemimpin hasil pemilu hanya bikin masyarakat pilu. Karena tidak memenuhi ekspektasi yang diharapkan masyarakat untuk mensejahterakan rakyatnya.
Masyarakat menganggap menyalurkan haknya dalam memilih ataupun golput itu sama saja. Hal ini dikarenakan efek banyaknya wakil rakyat dan kepala daerah yang sering inkar janji. Bahkan dzalim pada rakyatnya.
Lalu siapa yang harus disalahkan, apakah masyarakat, calonnya atau sistem pemilu yang cenderung menjerumuskan para politisi untuk berbuat curang?. Cost politik yang tinggi juga menjadi pendorong para politisi berperilaku koruptif.
Tentu tak elok jika harus mencari siapa yang harus menjadi kambing hitam. Semua elemen harus lerning by self untuk mengubah paradigma. Sama-sama berusaha mencari dan memilih pemimpin yang baik dan memiliki kapabilitas untuk memimpin.
Bagi penyelenggara pemilu harus berusaha menjadi penyelenggara profesional. Jika semua usaha sama -sama dilakukan maka tidak akan mustahil memiliki pemimpin visioner yang bisa mengembangkan Madura.(*)
- Penulis : Satnawi
Wakil Ketua DPD KNPI Sumenep
dan sekarang Komisioner Panwaslu Kecamatan Batuputih, Sumenep