Dalam filsafat hidup orang Madura juga ada ungkapan “Pote mata pote tolang, ango’ poteya tolang” (putih mata putih tulang,lebih baik puti tulang) maksudnya, dari pada hidup menanggung malu lebih baik mati. Ungkapan itu menyiratkan pentingnya menjaga harga diri bagi manusia Madura. Tetapi sering disalah artikan sehingga bisa memacu “carok”.
Padahal kalau ungkapan itu diinterpretasikan secara intelektual berarti, lebih baik mati dibandingkan hidup tercemar malu dan tanpa kehormatan. Karena itu orang Madura yang mengerti moral akan berusaha menjaga kehormatan agar tidak berbuat yang memalukan.
Membunuh orang meskipun demi martabat sudah tentu sangat bertentangan dengan hukum yang berlaku, akan tetapi kalau kriminalitas carok bisa ditekan mereda, tidak berarti harus menekan pupusnya harga diri. Menata harga diri untuk hidup terhormat adalah sesuatu yang essensial dalam kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pepatah itu apabila dipandang dengan akal sehat, bisa dijadikan panduan untuk memuliakan martabat kemanusian setiap orang, dengan catatan, interpretasi yang cenderung mengarah ke kriminalitas harus dibuang jauh-jauh.
Dengan meresapi peribahasa diatas seseorang akan malu untuk berbuat sesuatu yang melanggar norma-norma yang telah disepakati masyarakat. Sebab dengan berbuat yang tidak senonoh itu akan membuat coreng hitam di wajah sendiri.