Otokritik Terhadap Gerakan Pemuda

Avatar of PortalMadura.Com
Otokritik Terhadap Gerakan Pemuda
Ist. Mohammad Kayyis AR

PortalMadura.Com – Perjalanan sejarah Indonesia selalu menempatkan pemuda sebagai spirit perubahan yang membongkar ruang-ruang kebekuan kekuasaan. Begitu banyak contoh yang dapat ditampilkan tentang heroisme dalam gerakan kepemudaan. Lahirnya sejarah pergerakan nasional misalnya, adalah bukti paling shahih dalam menampilkan kontribusi gerakan perlawanan pemuda terhadap rezim kolonialisme Belanda yang menindas rakyat pribumi. Sehingga pemuda tidak hanya dipahami secara sosiologis, tetapi pemuda adalah simbol, icon, dan spirit perjuangan.

Jika mau mengilhami dan belajar kepada sejarah, begitu banyak cermin tentang heroisme kepemudaan. Sebagai misal, Tan Malaka yang acapkali disinyalir sebagai ikon ideologi komunisme di Indonesia melahirkan karya Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) ketika usianya masih 16 tahun. Selang berapa tahun kemudian, tepat di usianya yang ke-24 Tan Malaka kembali berhasil merampungkan karya monumentalnya, Madilog. Bahkan Tan Malaka menjadi Agen Komunis Internasional yang punya akses membangun komunikasi langsung dengan Lenin, pemimpin komunis dunia tempo itu ketika usia Tan Malaka 21 tahun.

Tidak berhenti disitu, jika mau kembali belajar kepada beberapa tokoh besar Republik Indonesia, cukup banyak tokoh yang di usianya masih muda mampu menembus batas-batas keterbatasan dengan progresifitas idealisme kepemudaan. Soekarno misalnya, mendirikan Partai Nasionalis Indonesia pada usia 23 tahun. Tanpa bermaksud mereduksi komponen-komponen lain dalam perjalanan sejarah Indonesia, tetapi hematnya, sejarah Indonesia adalah .

Sekalipun demikian pergeseran dinamika sosial dan politik turut menggiring peran dan gerakan pemuda ke arah yang lebih degradatif. Jamak dijumpai, gerakan perlawanan pemuda acapkali tersandera oleh oligarki kekuasaan yang menindas. Gerakan perlawanan pemuda tak lagi menjadi semangat penyeimbang terhadap rezim kapitalis yang menindas, tetapi gerakan pemuda seringkali berkompromi dengan agenda-agenda busuk penguasa. Miris memang, tapi itulah yang dapat disaksikan di depan mata.

Di balik euforia keberhasilan mahasiswa (sebagai bagian dari pemuda) pada tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim Orde Baru yang menindas dan hegemonik, ada beberapa kecelakaan sejarah yang dibuat oleh gerakan mahasiswa. Mahasiswa hanya bisa menumbangkan tanpa bermaksud mereduksi gerakan mahasiswa, tetapi gagal mengawal agenda reformasi. Pemberantasan korupsi sebagai item dari agenda reformasi justru “gagal” dijalankan dengan baik.

KPK sebagai representasi dari semangat pemberantasan korupsi di Indonesia dengan berbagai skenario politik kembali dilumpuhkan melalui Revisi Undang-Undang KPK, misalnya. Ini contoh paling nyata yang tersirat dimana “kaki tangan” Soeharto membangun kembali relasi kekuasaannya dan berkelindan dengan para kapitalis dalam mensuksesi agenda-agenda besar kapitalisme politik dan ekonomi.

Pemuda, Bangkitlah

Tetapi sekelumit dan ragam persoalan tentang ihwal politik Indonesia yang tidak diimbangi dengan semangat gerakan pemuda, bukan alasan untuk mundur dalam meruntuhkan optimisme tentang spirit dan nilai-nilai kepemudaan. Momentum keruwetan dinamika politik yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejatinya adalah pintu masuk dalam mensuksesi gerakan perlawanan pemuda. Sehingga pemuda idealnya harus menyadari beberapa perihal penting.

Pertama, ke depan pemuda harus bersatu dalam menciptakan perubahan. Menjadi penting untuk menghindari defisit perubahan karena lemahnya gerakan pemuda. Sehingga harapan besarnya pemuda selalu di garda terdepan dalam menggagas dan menciptakan perubahan.

Kedua, pemuda harus punya keberpihakan dan kepekaan terhadap beragam persoalan bangsa. Kemiskinan, kriminalisasi hukum, perjarahan hak-hak masyarakat sipil adalah bagian dari salah satu term yang harus menjadi perhatian dan semangat ke depan. Pemuda jangan sampai berkompromi dengan para berhala-berhala kapitalisme yang justru meruntuhkan spirit kepemudaan. Pemuda harus berani dan keluar dari zona nyaman yang merupakan skenario dari para kapital. Sehingga sisi heroisme pemuda tetap mampu ditampilkan.

Ketiga, pemuda harus cerdas. Pemuda tidak boleh bodoh. Pemuda harus punya semangat progresifitas dan visioner. Pemuda harus mampu mengkerangkakan masa depannya dengan baik. Oleh karena itu dalam konteks posisinya sebagai mahasiswa misalnya, jangan pernah merasa puas dengan rutinitas-rutinitas akademik dari bangku-bangku perkuliahan. Harus ada kegiatan tambahan sebagai bagian dari eksplorasi terhadap potensi-potensi mahasiswa. Berbagai kegiatan di luar rutinitas akademik seperti di organisasi intra dan ekstra akan memberikan kontrbusi signifikan terhadap pembentukan karakter kepemimpinan pemuda di masa yang akan datang.(*)

Penulis : Mohammad Kayyis AR
(Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus salah satu penggagas organisasi kepemudaan Front Pemuda Madura (FPM). Berasal dari ).

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.