PortalMadura.Com – Hingga November 2024, penerimaan pajak dari transaksi aset kripto di Indonesia berhasil menembus angka Rp 979,08 miliar. Hal ini mencerminkan peningkatan pesat sejak diberlakukannya regulasi pajak aset digital. Lonjakan signifikan terjadi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana penerimaan hanya mencapai Rp 246,45 miliar pada 2022 dan Rp 220,83 miliar pada 2023. Tahun 2024 mencatat kontribusi besar sebesar Rp 511,8 miliar, yang diperoleh melalui Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar Rp 459,35 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri senilai Rp 519,73 miliar.
Menurut Wan Iqbal, CMO Tokocrypto, peningkatan ini menunjukkan pertumbuhan pesat sektor ekonomi digital di Indonesia. Pajak aset kripto memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaku industri, sekaligus menjadi alat pemerintah untuk mendorong pembangunan nasional melalui perluasan basis pajak. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi digital berbasis blockchain yang sehat dan kompetitif.
Dalam konteks regional, kebijakan perpajakan aset kripto Indonesia dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, yang menawarkan kebijakan bebas pajak, serta Jepang dan Thailand, yang menerapkan pajak progresif. Sementara itu, Indonesia memilih pendekatan berbasis transaksi untuk memastikan transparansi. Tantangan tetap ada, seperti potensi pelarian modal akibat kebijakan yang terlalu ketat, tetapi kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri dinilai sebagai kunci untuk menciptakan pasar yang stabil dan berkelanjutan.
Tokocrypto, sebagai salah satu pelaku utama di pasar aset digital Indonesia, optimistis dengan kebijakan ini. Mereka percaya pendekatan yang inklusif dapat menarik investasi global sekaligus melindungi pelaku pasar lokal. Dengan pertumbuhan pengguna yang terus meningkat, perusahaan ini berkomitmen untuk mendukung perkembangan ekonomi digital Indonesia dan memperkuat posisinya sebagai pemain utama di kawasan Asia Tenggara.