Bagaimana Sikap yang Harus dilakukan Jika Anda Memiliki Istri yang Pembangkang? Ini Jawabannya dalam Islam

Avatar of PortalMadura.com
Istri Pembangkang
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Memiliki rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah adalah impian setiap manusia yang ada dimuka bumi ini.

Namun ntidak dapat dipungkiri bahwasanya kadang impian tak sesuai dengan kenyataan kita. Ada yang dikaruniai pasangan yang saling sabar, ada juga yang emosian, ada yang sepihak saja, dan lain sebagainya.

Sebenarnya keluarga yang sempurna kuncinya ada di seorang imam yang memimpin dan mengajari istri serta anak-anaknya. Ya, Suami adalah kunci kesempurnaan sebuah keluarga. Jika suami dapat membimbing setiap anggota keluarganya, maka Insya Allah keluarganya akan tentram damai dan sejahtera.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa memang ada diantara sekian banyak manusia yang memiliki sifat pembangkang. Lalu jika Istri kita seorang pembangkang, sikap yang bagaimana yang harusnya seorang suami lakukan? Mari kita bahas bersama.

Perbuatan membangkang ini dalam Islam dikenal dengan nusyuz (selanjutnya akan ditulis nusyuz).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, nusyuz adalah meninggalkan perintah suami, menentangnya dan membencinya. Adapun menurut ulama Hanafiyah, yang dimaksud nusyuz adalah wanita keluar dari rumah suaminya tanpa ada alasan yang benar.

Sementara itu, ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa nusyuz adalah keluarnya wanita dari ketaatan yang wajib kepada suami. Ringkasnya, nusyuz adalah istri tidak lagi menjalankan kewajiban-kewajibannya.

Nusyuz istri pada suaminya adalah haram. Seorang istri nusyuz yang tidak lagi mempedulikan nasihat, maka suami boleh memberikan hukuman. Hukuman yang diberikan itu dikarenakan melakukan perbuatan haram atau meninggalkan yang wajib. Terkait dengan hukuman itu, Allah berfirman dalam al-Quran:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS an-Nisa’: 34)

Jika istri terus bermuka masam di hadapan suami, padahal suami sudah berusaha senyum. Berkata-kata kasar, padahal suami sudah berusaha untuk lemah lembut. Atau ada nusyuz yang lebih terang-terangan seperti selalu enggan jika diajak ke ranjang, keluar rumah tanpa izin suami, menolak berhubungan dengan suami. Maka hendaklah suami menyelesaikan masalah ini dengan jalan yang telah dituntun Allah SWT:

1. Memberi Nasihat

Hendaklah suami menasihati istri dengan lemah lembut. Suami menasihati istri dengan mengingatkan bagaimana kewajiban Allah padanya yaitu untuk taat pada suami dan tidak menyelisihinya.

Dalam Islam, konten nasihat itu terdiri dari dua unsur; at-targhib dan at-tarhib. At-targhib memuat kalimat indah yang memotivasi istri dengan kepastian janji-janji Allah, keutamaan istri salihah, besarnya pahala ketaatan istri kepada suami, kabar-kabar baik seputar kewajiban istri kepada suami, dan sebagainya.

Sementara at-tarhib memuat kalimat-kalimat ancaman Allah kepada istri yang durhaka kepada suami, dahsyatnya siksaan bagi istri yang tidak taat kepada suami, kabar tentang betapa ngerinya azab Allah terhadap para wanita yang menyimpang dari kewajibannya sebagai seorang istri, dan sebagainya.

Jika istri telah menerima nasihat tersebut dan telah berubah, maka tidak boleh suami menempuh langkah selanjutnya. Karena Allah berfirman:

“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS an-Nisa’: 34)

2. Pisah Ranjang

“…dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka…” (QS. an-Nisa’: 34)

Sangat mungkin tak cukup hanya sekedar dihukum dengan nasihat lisan saat istri berbuat nusyuz. Mulai dari nasihat lisan, sedikit meningkat ke level tindakan; pisah ranjang dengan istri.

Agaknya terkesan ekstrem dan tidak adil menegur perbuatan nusyuz dengan cara berpisah ranjang dengan istri. Namun sebenarnya tidak. Ukurannya adalah tingkat kedurhakaan istri. Semakin parah tingkat kedurhakaan dan pembangkangan istri terhadap suami, maka perlu ditingkatkan pula model hukuman suami untuk menyikapi perilaku istri tersebut.

Terkecuali dalam kasus-kasus tertentu yang memang dengan nasehat lisan saja sudah cukup untuk menyadarkan istri dari perilaku nusyuz. Ibarat batu, semakin keras komposisi batu, maka butuh alat yang semakin kuat pula untuk memecahkannya.

Rasulullah SAW pernah mempraktikkan cara ini. Ketika beliau merahasiakan sesuatu kepada Hafshah, ternyata Hafshah malah menceritakannya kepada Aisyah. Lalu keduanya malah saling membantu menyusahkan posisi Nabi melalui beberapa rahasia itu. Perilaku nusyuz Hafshah dan Aisyah inilah yang membuat Rasulullah akhirnya mengambil jalan pisah ranjang dengan keduanya selama sebulan dalam rangka menyadarkan kedua istri beliau akan keburukan perilaku nusyuz tersebut.

3. Memukul Istri

Keliru jika memaknai memukul istri dalam ayat di atas dengan pukulan sebagaimana seorang petinju dengan lawannya. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan, bahwa memukul dalam surah an-Nisa’ ayat 34 itu maksudnya memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai dan tidak membahayakan. Pukulan yang mendidik, pukulan tak membekas, tanpa meninggalkan luka.

Memukul istri yang nusyuz dalam hal ini dibolehkan ketika nasehat dan pisah ranjang tidak lagi bermanfaat. Namun hendaklah seorang suami memperhatikan aturan Islam yang mengajarkan bagaimanakah adab dalam memukul istri:

a. Memukul dengan pukulan yang tidak membekas

Sebagaimana nasehat Nabi SAW ketika haji wada’:

“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorangpun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas.” (HR Muslim)

Jika seorang suami memukul istri layaknya petinju. Maka ini bukanlah mendidik. Sehingga tidak boleh pukulan tersebut mengakibatkan patah tulang, memar-memar, mengakibatkan bagian tubuh rusak atau bengkak.

b. Tidak boleh lebih dari sepuluh pukulan

Sebagaimana pendapat mazhab Hambali. Dalilnya disebutkan dalam hadis Abu Burdah al-Anshori, ia mendengar Nabi SAW bersabda:

“Janganlah mencambuk lebih dari sepuluh cambukan kecuali dalam had dari aturan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

c. Tidak boleh memukul istri di wajah

Sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya.” (HR Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

‘Aisyah menceritakan mengenai Rasulullah SAW dalam suatu riwayat:

“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah SAW memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah.” (HR Ahmad)

Yakin bahwa dengan memukul istri itu akan bermanfaat untuk membuatnya tidak berbuat nusyuz lagi. Jika tidak demikian, maka tidak boleh dilakukan. Tetapi jika istri telah menaati suami, maka tidak boleh suami memukulnya lagi. Sebagaimana yang tercantum pada ayat di atas.

Demikian beberapa solusi yang ditawarkan oleh Islam. Jika solusi yang ditawarkan di atas tidaklah bermanfaat, maka perceraian bisa jadi sebagai jalan terakhir. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.