Bahaya, Politik Bupati Fauzi Sering Diabaikan (?)

Avatar of PortalMadura.Com
Bahaya, Politik Bupati Fauzi Sering Diabaikan (?)
Bupati Sumenep Achmad Fauzi

Ada kesan bahwa , Achmad Fauzi Wongsojudo, sudah tidak menarik lagi. Sebagai seorang politisi, bahkan ketua DPC partai, ucapan-ucapannya yang bernuansa politis, tidak banyak diperbincangan.

Misalnya, meskipun ia berada di tengah ratusan pewarta, “celetukan” politisnya tidak banyak jadi kutipan berita, atau menjadi pemantik diskusi menjelang Pilkada. Tidak ada. Semua menguap begitu saja. Bukankah ini bahaya?.

Sebelum kian jauh saya membuat praduga, saya ingin memulainya dengan sebuah cerita. Rabu sore lalu (3/4), bupati dan forpimda mengajak ratusan pewarta berbuka puasa bersama, tepat di belakang kantor pemkab.

Dalam kesempatan itu, bupati memberikan sambutan sebelum adzan maghrib berkumandang. Secara umum, bagi saya, rangkaian acara yang digelar nyaris sama persis dengan ceremonial Pemkab Sumenep lainnya. Misalnya, bupati selalu diberi waktu untuk “menyapa”.

Namun begitu, insiden kecil yang terjadi sebelum bupati memberikan sambutan, bagi saya, adalah momen politis yang tidak disangka-sangka. Saat itu, bupati mengawali sambutan dengan ucapan salam. Namun microphone yang digunakan tidak berfungsi. Mati.

Bupati sempat berusaha mengeceknya. Walakin, kendala teknis itu baru terselesaikan setelah operator sound system menggantinya. Seketika, di awal sambutannya, bupati mengatakan: warna kuning sama biru tidak mau sama saya.

Mendengar “celetukan” politis itu, sebagian pewarta sempat tertawa kecil. Mungkin saja, sebagian dari mereka, ada yang mengerti bahwa kalimat pembuka sambutan bupati adalah gambaran dari dinamika politik terkini menjelang Pilkada.

Sebagai bupati, politisi, sekaligus ketua DPC partai, tentu saja ucapan yang disampaikan bukan soal remeh, apalagi hanya merujuk pada mic yang mati, dengan detail warna biru dan kuning yang melingkari. Tentu tidak.

Bisa jadi, menjelang Pilkada November nanti, dinamika tarik ulur koalisi sedang terjadi. Dan warna kuning dan biru yang disampaikan bupati, merujuk pada warna partai yang ada di Sumenep saat ini. PKB dan Golkar tidak mau berkoalisi dengan bupati. Dua partai itu seakan mempersulit bupati untuk menggandeng Sekda Sumenep, Edy Rasyadi, sebagai wakil bupati di Pilkada nanti.

Namun, seperti yang saya ungkapkan di awal, tidak ada satupun yang membincang “celetukan” politis itu. Pertama, mungkin saja para pewarta belum punya waktu untuk membuat analisa. Sebab analisa politik tidak semudah menulis berita seremonial belaka.

Kedua, bisa jadi semua “celetukan” politis bupati sudah tidak ada yang berharga dan bahkan tidak berguna. Sebab, semua pewarta tahu bahwa bukan bupati yang menentukan arah kemudi masa depan partainya (?).

Peristiwa “pengabaian” semacam ini harus segera diselesaikan oleh bupati. Sebab hal itu menyangkut harga diri. Lagi pula, jabatan bupati adalah jabatan politis. Maka, jika semua langkah dan ungkapan politisnya tidak diperhitungkan lagi, saya khawatir bupati hanya jadi bancakan politis para pihak yang mendekati.

Sayogyanya, tindakan dan ucapan seorang politisi, selalu penuh arti dan menjadi isyarat dari dinamika politik terkini. Ucapannya harus selalu diperbincangkan dan menjadi sebab munculnya beragam pandang. Akan tapi, jika sudah diabaikan, mungkin marwah politiknya perlu dipertanyakan. Salam.(*)

Ganding, 06 April 2024
Jurnalis Kompas TV, Nur Khalis

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.