Google Tolak Penutupan 17 Channel YouTube

Avatar of PortalMadura.com
Google Tolak Penutupan 17 Channel YouTube
Ilustrasi (NET)

PortalMadura.Com – Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), , menolak permintaan Komisi Komunikasi Uganda (UCC) untuk menutup 17 saluran atau channel yang dinilai menyebarkan kekerasan.

Google meminta alasan yang lebih dapat dibenarkan untuk mengambil tindakan.

Analis digital di Kampala, ibukota Uganda, mencium motif politik di balik permintaan tersebut karena permintaan itu datang di tengah kampanye pemilihan presiden yang dijadwalkan pada 14 Januari 2021.

Salah satu akun yang diidentifikasi oleh pemerintah Uganda adalah BobiWine2021, yang dibuat oleh calon presiden Bobi Wine. Akun ini dianggap sebagai penantang berat petahana Presiden Museveni. Museveni telah berkuasa sejak 1986 dan sedang mencalonkan lagi untuk masa jabatan keenam.

Dalam sebuah surat kepada Google, UCC mengatakan saluran-saluran ini mengajak melakukan kekerasan dan bertanggung jawab atas protes yang mengguncang negara itu pada 18 November, di mana lebih dari 50 orang tewas. Banyak dari korban diduga dibunuh oleh peluru tajam tentara dan polisi berseragam dan berpakaian sipil.

Wine ditangkap saat melakukan kampanye di Uganda timur atas klaim bahwa dia telah melanggar pedoman kampanye yang mengharuskan kandidat berbicara di hadapan kurang dari 200 orang dan memicu kerusuhan dari para pendukung. Wine menuduh pemerintah menggunakan aturan protokol kesehatan untuk menekan kandidat presiden.

Ke-17 saluran YouTube tersebut memiliki lebih dari 59 juta penonton dan 300.000 pelanggan (subcriber) per Desember.

“Ini hanya politis,” kata Ed Menya, seorang mahasiswa Uganda di Universitas Istanbul. Dia mengatakan media arus utama sudah dibungkam di negara itu. TV dan radio tidak menyiarkan demonstrasi Wine.

Baca Juga: Panduan Aplikasi Youtube Go

“Ketika tim kampanye Wine mulai menggunakan saluran online untuk menyiarkan pesannya, cara ini ternyata menghantam rezim dengan sangat keras. Tapi ketika Anda mematikan satu saluran, saluran yang lain akan dibuat dalam beberapa menit, dan begitu prosesnya berlanjut,” katanya.

Menya menuduh otoritas pemilu Uganda menutup mata terhadap aktivitas partai berkuasa dan menargetkan menekan kandidat oposisi dengan menegakkan protokol pencegahan Covid-19.

Rezim ingin membunuh pembawa pesan

“Rezim hanya ingin membunuh pembawa pesan, Google Inc harus mengabaikan surat UCC karena pemerintah Uganda melanggar hukum dengan melakukan pembiaran pada berbagai peristiwa kekerasan, ”kata Huthaifa Busuulwa, seorang mahasiswa Uganda yang mengejar gelar doktor di Universitas Ibn Haldun.

Abdul Salam Waiswa, ketua hukum UCC, berpendapat gagasan di balik pengaturan penyiaran ilegal adalah untuk mencegah penyebaran kebohongan dan mengontrol konten yang tidak memenuhi standar penyiaran minimum.

Andrew Karamagi, seorang pengacara yang juga menulis kepada CEO Google Inc. membela saluran YouTube dengan alasan saluran tersebut merupakan jurnalisme warga dan keterlibatan sipil. Dia menuduh pemerintah melakukan kesalahan besar dan membuat tuduhan aneh terhadap saluran YouTube tersebut.

“Saluran YouTube yang dikeluhkan pemerintah, telah memicu kemarahan rezim karena ini membuktikan adanya jurnalisme warga yang memungkinkan keterlibatan sipil di sekitar penyebab sosial ekonomi dan politik di luar perbatasan Uganda,” tulisnya.

Google tunggu fatwa pengadilan

Dorothy Ooko, kepala komunikasi dan urusan publik Google untuk Afrika, mengatakan sulit bagi pihaknya untuk hanya menghapus saluran atas permintaan pemerintah.

“Kami selalu mengikuti hukum setempat, tapi itu harus menjadi perintah pengadilan yang sah,” kata dia.

Juliet Nanfuka, pakar media digital dari Collaboration on International ICT Policy for East and Southern Africa (CIPESA-Uganda) mengatakan bahwa produsen konten independen dengan informasi yang sah dan narasi yang berbeda tidak perlu merasa terancam oleh tindakan tersebut.

“Permintaan penutupan ini bertentangan dengan apa yang seharusnya menjadi prinsip di internet, yaitu platform yang adil dan transparan,” katanya.

Sambil mengakui bahwa ada masalah misinformasi selama kampanye pemilu, dia mengatakan bahwa saluran-saluran Youtube tersebut memberikan kontra-narasi yang terkadang bersifat substantif. Nanfuka menyampaikan pertanyaan kunci yang saat ini muncul di Uganda, adalah apakah pengguna media sosial harus diperlakukan sebagai jurnalis atau lembaga penyiaran.

Masalah ini mengemuka bertepatan dengan arahan pemerintah Uganda kepada semua jurnalis, baik lokal maupun asing, untuk me0ngajukan kembali akreditasi media. Polisi mengatakan jurnalis tanpa akreditasi dari dewan tidak akan diizinkan untuk meliput acara terkait pemilu.

Awal tahun ini, UCC mengarahkan semua blogger yang menyiarkan di saluran media sosial mana pun untuk mendaftar dengan mereka. Sebagian besar blogger tidak pernah mematuhi karena UCC tidak mengontrol atau memiliki kewenangan untuk mengatur platform seperti Facebook, Twitter, atau YouTube.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.