PortalMadura.Com – Setelah Presiden Donald Trump resmi dilantik untuk masa jabatan kedua, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun akibat ketidakpastian pasar terhadap rencana kebijakan energinya. Trump mengungkapkan niat untuk mengumumkan keadaan darurat energi nasional, mempercepat pengisian cadangan energi strategis, dan meningkatkan ekspor energi. Walaupun kebijakan ini bertujuan memperkuat sektor energi, reaksi pasar sementara ini tetap negatif.
Berdasarkan analisis Andy Nugraha dari Dupoin Indonesia, pergerakan harga WTI menunjukkan tren bearish yang kian menguat. Harga WTI diperkirakan bisa turun hingga $72,8 per barel. Namun, jika terjadi rebound, harga kemungkinan akan naik kembali menuju level $79,3. Saat ini, WTI untuk pengiriman Maret turun sebesar $1,30 atau 1,7%, menjadi $76,58 per barel, dengan perdagangan yang terdampak libur nasional di AS.
Faktor eksternal, seperti berkurangnya ketegangan di Timur Tengah, turut memengaruhi penurunan harga minyak. Perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang mengurangi konflik selama lebih dari setahun juga berperan dalam mendorong stabilitas pasar energi. Di sisi lain, kebijakan AS untuk mempercepat proyek minyak domestik, termasuk di Alaska, dan penghentian moratorium ekspor LNG dapat membawa dampak jangka panjang pada suplai energi global.
Sementara itu, sanksi baru terhadap Rusia berpotensi mengurangi pasokan global hingga 1 juta barel per hari, yang dapat memengaruhi harga minyak ke depan. Meskipun terdapat banyak variabel yang memengaruhi pasar, percepatan implementasi kebijakan energi Trump diprediksi akan berdampak signifikan terhadap tren harga minyak dalam jangka panjang, dengan potensi pelemahan tetap terjadi dalam waktu dekat.