PortalMadura.com-Jumlah kasus campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengalami lonjakan signifikan sepanjang paruh pertama 2025. Dinas Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (P2KB) mencatat, lebih dari 800 warga telah terinfeksi campak sejak Februari hingga Juli 2025. Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah, terutama karena mayoritas penderitanya adalah balita.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, mengungkapkan bahwa sekitar 52 persen dari total kasus merupakan anak berusia satu hingga empat tahun. Data tersebut dia sampaikan dalam keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).
“Sekitar 52 persen penderita adalah anak usia satu sampai empat tahun,” ujar Syamsuri.
Jenis virus yang ditemukan, menurutnya, adalah measles atau rubeola, yang dikenal sebagai campak morbili—tipe campak yang paling umum menyerang manusia. Pihaknya telah mengambil sampel dan memastikan bahwa strain yang beredar bukan tipe langka atau mutasi baru.
Syamsuri menjelaskan, salah satu faktor yang diduga mempercepat penyebaran penyakit ini adalah cuaca ekstrem dan tidak menentu. Fluktuasi suhu antara panas dan hujan dinilai melemahkan sistem kekebalan tubuh, terutama pada anak-anak.
“Penyebabnya memang agak kuat, di antaranya karena perubahan cuaca, panas-dingin, panas-dingin. Cuacanya tidak menentu, kadang hujan, panas, lalu hujan lagi. Itu yang menyebabkan sistem kekebalan pada anak, terutama, jadi rentan,” jelasnya.
Meskipun sebagian besar penderita sebenarnya telah mendapatkan imunisasi campak, Syamsuri menegaskan bahwa vaksin tidak menjamin 100 persen kekebalan, terutama jika dosis tidak lengkap atau kekebalan tubuh menurun akibat faktor lingkungan.
“Rata-rata yang terserang campak sudah terimunisasi,” ucapnya, menekankan pentingnya kekebalan kelompok (herd immunity) untuk mencegah penularan lebih luas.
Untuk menekan laju penyebaran, Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Dinas Kesehatan gencar melakukan imunisasi kejar (catch-up immunization). Program ini menyasar anak-anak yang belum mendapatkan vaksin sesuai jadwal, baik karena keterlambatan, ketidakhadiran, atau akses layanan yang terbatas.
“Mengintensifkan imunisasi kejar, untuk memberikan vaksinasi kepada individu yang belum menerima dosis vaksin sesuai jadwal yang seharusnya atau yang tertinggal,” papar Syamsuri.
Selain itu, pemerintah juga memperkuat respons kesehatan di lapangan, termasuk deteksi dini, pelacakan kontak, dan penanganan kasus di fasilitas kesehatan. Puskesmas dan tenaga kesehatan di desa-desa terus diminta waspada terhadap gejala campak seperti demam tinggi, ruam kulit, batuk, dan mata merah.
Peningkatan kasus campak di Sumenep menjadi cerminan tantangan kesehatan masyarakat yang masih dihadapi, terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas dan cuaca yang fluktuatif.
Pemerintah daerah mengimbau masyarakat, khususnya orang tua, untuk segera membawa anak yang belum divaksin atau belum lengkap imunisasinya ke fasilitas kesehatan terdekat. Edukasi tentang kebersihan, isolasi pasien, dan pentingnya vaksinasi juga terus digencarkan.