Kenapa Ada Hujan Es? Ini Penyebabnya

Avatar of PortalMadura.Com
Kenapa Ada Hujan Es? Ini Penyebabnya
ilustrasi bandungvariety

PortalMadura.Com – Hujan es, dalam ilmu meteorologi disebut juga hail, adalah presipitasi yang terdiri dari bola-bola es. Salah satu proses pembentukannya adalah melalui kondensasi uap air lewat dingin di atmosfer pada lapisan di atas freezing level. Es yang terjadi dengan proses ini biasanya berukuran besar. Karena ukurannya, walaupun telah turun ke arah yang lebih rendah dengan suhu yang relatif hangat tidak semuanya mencair.

Hujan es tidak hanya terjadi di negara sub-tropis, tapi bisa juga terjadi di daerah ekuator. Proses lain yang dapat menyebabkan hujan adalah riming, dimana uap air lewat dingin tertarik ke permukaan benih-benih es. Karena terjadi pengembunan yang mendadak maka terjadilah es dengan ukuran yang besar.

Fenomena ini biasanya terjadi pada saat musim peralihan atau pada saat cuaca/hujan di musim hujan yang hujannya masih banyak terjadi pada siang atau malam hari, karena memang fenomenanya selalu terjadi setelah lepas pukul 13.00 – 17.00 namun demikian tidak mentup kemungkinan dapat terjadi pada malam hari.

Hujan es hanya akan terbentuk bila partikel es atau butir air hujan yang membeku tumbuh/berkembang dengan menyerap butir-butir awan kelewat dingin pada awan cumulonimbus (Cb) yang topnya melewati freezing level ketinggian dimana suhu udaranya 0oC atau sekitar 16.000 kaki di wilayah Indonesia).

Awan Cb mengandung partikel es dan butir air besar. Untuk terjadinya Cb kondisi udara (cuaca) harus mendukung dengan labilnya lapisan udara sehingga mudah terjadi proses konveksi ditambah harus ada suplai uap air yang cukup sehingga massa udara yang terangkat oleh proses konveksi mengandung uap air yang banyak dan akan mempermudah terbentuknya awan cumulus yang berkembang menjadi awan Cb.

Pertumbuhan awan Cb bila disertai updraft yang kuat maka hail dapat terbentuk. Menurut Rogers (1979), updraft masuk pada level bawah dan naik ke zona yang disebut “vault” (berbentuk melengkung). Akibat kuatnya updraft di zona vault, butir air tidak mampu membesar sampai ukuran yang dapat dideteksi radar. Bila presiptasi terbentuk di atas level vault, shear angin pada level tersebut akan menghalangi jatuhnya presipitasi ke zona vault dan memutuskan sirkulasi. Menurut Houze (1993) updraft kuat (10- 40 m/s) dalam supercell memungkinkan terbentuknya hail yang sangat besar.

Hal penting yang perlu dicatat dalam pertumbuhan/pembesaran hail adalah panas laten pembekuan yang dilepaskan saat butir air yang diserap membeku. Akibat panas laten tersebut, suhu dari hail yang tumbuh akan lebih hangat beberapa derajat dibanding suhu awan di sekitarnya. Suhu keseimbangan antara hail dan awan akan tercapai bila total panas yang dilepaskan akibat pembekuan (baik dari fasa air ke padat maupun dari fasa gas ke fasa padat) sama dengan panas yang diserap oleh awan akibat konduksi.

Dengan dicapainya keseimbangan suhu maka tidak ada lagi transfer panas dari hail ke lingkungannya. Laju pertumbuhan hail dapat ditentukan dengan menjumlahkan laju pertumbuhan aibat penyerapan butir air dan laju pertumbuhan akibat sublimasi (Rogers, 1979).

Hujan es biasanya juga terjadi di sepanjang daerah pegunungan sebab gunung mempunyai kekuatan upward angin horizontal (yang dikenal juga sebagai orographic lifting), dengan demikian meningkatkan updrafts dengan badai dan membuat kemungkinan besar sering terjadi hail.

Salah satu   daerah yang sering terjadi hail yang besar adalah disepanjang pegunungan India Utara, yang mana dilaporkan sebagai salah satu hail paling besar-berhubungan dengan kematian cukup besar pada tahun 1888. China juga pernah mengalami badai hujan es yang cukup berarti. Sepanjang Eropa dan Kroasia juga sering mengalami hail. Di Amerika Utara, hail juga biasanya terjadi di Colorado, Nebraska, and Wyoming, yang  di ketahui sebagai “Hail Alley.” Hail di daerah ini biasanya terjadi antara bulan Maret dan Oktober selama sore dan malam, dengan sebagian besar terjadi di bulan Mei sampai September.

Hujan es juga sering terjadi di Indonesia meskipun Indonesia terletak di daerah tropis yang suhu udaranya (di permukaan) selalu hangat dengan kelembaban udara yang relatif tinggi meskipun pada musim kemarau. Hujan es di daerah tropis, akan terjadi bila batu es yang turun bersifat kering dan memiliki ukuran yang cukup besar saat keluar dari dasar awan.

Hal ini mengingat bahwa suhu udara permukaan cukup tinggi dan batu es masih bisa mempertahankan bentuknya dengan ukuran sekitar 3 mm dalam diameter saat sampai permukaan tanah, sementara dalam perjalannya (jatuh bebas) dari dasar awan sampai tanah batu es harus menyusut ukurannya akibat kontak dengan suhu udara yang cukup tinggi.

Hujan es, yang pernah terjadi di Jakarta (sekitar jalan M. H. Thamrin) dan melintasi gedung BPPT pada tanggal 20 April 2000 mulai pukul 15:15 wib, diawali dengan angin kencang dan disertai hujan deras serta kilat dan guntur. Gerakan badai cukup cepat bergerak dari arah barat daya menuju ke arah timur laut.

Ukuran dari batu es hasil hujan es biasanya dinilai dari diameter mereka yang diukur dengan penggaris. Ukuran batu es secara visual sering diestimasi dengan membandingkan ukurannya dengan objek lain yang kita ketahui seperti koin. Kecepatan hujan es atau kecepatan jatuhnya batu es ketika menyentuh tanah, bervariasi tergantung dari ukuran diameter hail. Sebuah batu es berdiameter 1 cm (0.39 inci) jatuh dengan kecepatan rata-rata sekitar 9 meter per detik (20 mph), ketika ukuran diameternya 8 cm (3.1 inci) maka akan jatuh dengan kecepatan rata-rata sekitar 48 meter per detik (110 mph). Kecepatan batu es bergantung pada ukuran diameter batu es.

Hujan es bisa menyebabkan kerusakan serius, khususnya untuk dunia otomotif, penerbangan, kaca dan jendela, peternakan, dan banyak lainnya. Hujan es merupakan salah satu bencana badai yang cukup penting dalam dunia penerbangan. Ketika batu es berukuran 0.5 inci (13 mm), pesawat terbang bisa mengalami kerusakan yang sangat serius.

Karena sifatnya yang lokal , luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai meso scal dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahui oleh kita yang ada diluar rumah, seperti :

*Lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan.

*Lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari.

*Satu hari sebelumnya udara pada malam hari- pagi hari udaranya panas/pengap/sumu’.

*Sekitar pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan
tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu
menjulang tinggi seperti bunga kol.

*Tahap berikutnya adalah awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap.
Perhatikan pepohonan disekitar tempat kita berdiri, apakah ada dahan atau ranting yang sudah bergoyang cepat, jika ada maka hujan dan angin kencang sudah akan datang.

*Terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri.

*Biasanya hujan pertama kali turun adalah hujan tiba-tiba dengan deras, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri.

*Terdengar sambaran petir yang cukup keras, apabila indikator tersebut dirasakan oleh kita maka ada kemungkinan hujan lebat+petir dan angin kencang akan terjadi.

*Jika 1 atau 3 hari berturut–turut tidak ada hujan pada musim penghujan, maka ada kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak.(moklim.sains.lapan.go.id)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.