Opini  

Komersialisasi Resesi

Avatar of PortalMadura.Com
Komersialisasi Resesi
Nazhirah Rahma Aulia

Oleh: Nazhirah Rahma Aulia*

Belakangan ini banyak publik figur bahkan influencer keuangan yang bicara tentang isu resesi di 2023. Berbagai prediksi ekonomi mengatakan bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang suram bagi perekonomian dunia karena adanya ancaman inflasi, tingginya suku bunga, juga resesi. Kemungkinan kondisi tersebut membuat kebanyakan orang menjadi takut dan cemas karena terlalu memikirkan perekonomian global dalam sudut pandang yang negatif.

Resesi dapat diartikan dengan kondisi dimana pertumbuhan ekonomi dua quarter berturut-turut di suatu negara negatif. Perlu kita ketahui bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari sebuah resesi. Resesi adalah sebuah cycle yang pasti terjadi.

Resesi bisa mengakibatkan penurunan secara bersamaan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti investasi, berkurangnya lapangan pekerjaan hingga penurunan keuntungan perusahaan. Jika resesi tidak cepat diatasi dan terlalu lama berlangsung, maka akan mengakibatkan depresi ekonomi atau kebangkrutan.

Banyak pihak yang sengaja mebesar-besarkan ketakutan publik, dengan tujuan agar terjadi histeria massa. Dengan adanya ketakutan akan resesi di masa depan, maka hal tersebut akan mendorong daya beli dan konsumerisme masyarakat di masa kini. Saking takutnya publik, sehinngga menyebabkan masyarakat berlomba-lomba membeli dan menimbun stok segala kebutuhan juga keperluan demi mempersiapkan diri dari ancaman kiamat resesi di tahun 2023.

Cobalah untuk berpikir logis tentang siapakah pihak yang paling diuntungkan dengan daya beli masyarakat yang tinggi ini, Tentunya para produsen penghasil barang dan kebutuhan yang dibeli secara kalap membabi buta.

Isu-isu seperti ini memang kerap sengaja dihembuskan oleh beberapa pihak demi kepentingan golongan mereka. Kalau masyarakat panik, memang hal itulah yang diinginkan oleh mereka.

Sebenarnya sekarang juga sudah terjadi resesi di Amerika dan beberapa negara di Eropa. Kita lihat pada Amerika Serikat dimana mereka sudah resesi di Juli 2022 kemarin. Begitupun China dan UK yang saat ini hampir negatif pertumbuhan ekonominya, juga negara-negara Eropa yang tergabung di Europen Union mereka juga hampir negatif.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita harus bersyukur Indonesia masih bisa bertumbuh di tengah ketidakpastian dunia, malah pertumbuhannya lebih tinggi berkat harga-harga komoditas di Indonesia, memang tidak bisa dipungkiri Indonesia merupakan negara yang masih sangat bergantung dengan sumber daya alam-nya.

Penyebab dari resesi itu sendiri dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari guncangan ekonomi yang mendadak hingga inflasi yang tidak terkendali.
Peran dari beberapa media mainstream dan sub-medianya yang kerap memasang judul lebay, sekarang ini sedang aji mumpung ikut membakar ketakutan masyarakat demi revenue. Sebenarnya isu resesi ini sudah ada semenjak tahun 2020 lalu.

Pada saat itu, terjadi krisis keuangan akibat meletusnya gelembung sekuritisasi kredit perumahan (subprime mortgage) berdampak sistemik dan menjalar ke berbagai sendi perekonomian Negeri Paman Syam.

Namun, berita ini tidak terlalu pecah di Indonesia, kenapa? Pada saat itu tidak banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan hastag resesi karena tidak terlalu mengkhawatirkan, di tambah lagi sekarang ini kebanyakan diawali oleh para influencer Indonesia yang memberikan informasi tentang resesi membuat semua sontak booming di Indonesia.

Pondasi ekonomi kita sekarang lebih baik dibandingkan dari era 1997-1999, hal- hal seperti itu yang justru kurang disosialisasikan, karena memang berita yang negative itu biasanya menghasilkan revenue yang lebih baik daripada berita yang positif.

Kita juga sudah pernah melalui krisis 1998 dan COVID-19 di tahun 2020-2022. Kita hanya perlu untuk melihat reaksi pemerintah untuk hal ini. Banyak negara sudah melakukan antisipasi potensi resensi dengan melonggarkan kebijakan moneter. Ibarat kata, resesi akan terjadi namun jika segera ditangani maka akan hilang.

Inti dari ekonomi, ketika banyak yang mengalami kesulitan ekonomi karena kenaikan harga barang-barang, disamping itu juga banyak orang yang panen besar-besaran akibat kenaikan barang-barang ini. Selain itu banyak juga yang sedang berusaha menyerap keuntungan dari kenaikan harga komoditas.

Jadi sebenarnya inti dari ekonomi hanyalah perputaran begini-begini saja. Uang juga sebenarnya hanya akan berputar atau bisa dikatakan berpindah kepemilikan dari orang satu ke orang lain dan seterusnya. Siapa yang pandai untuk “menggoreng“,pandai untuk mencari opportunity atau pintar memanfaatkan momentum ditengah pergerakan Bandar besar atau Market Maker, dari waktu ke waktu akan memperoleh keuntungan.

Sebaliknya, siapa yang kalah pintar atau gagal paham di tengah pergerakan Market Maker dari waktu ke waktu akan semakin berkurang keuntungan yang diperoleh bahkan bisa saja memperoleh kerugian.

Istilah resesi itu hanya istilah akademis saja. Ketika resesi itulah banyaknya transfer besar-besaran, yang miskin bisa menjadi kaya, yang kaya bisa menjadi miskin ataupun yang kaya semakin kaya dan yang miskin bisa menjadi lebih miskin. Walaupun kenyataannya yang sering terjadi malah the rich become richer and the poor become poorer. Resesi tidak bisa dihindari, dan mau tidak mau harus dilalui karena memang sekedar cycle.(**)

*Penulis : Universitas Muhammadiyah Malang [Jurusan Farmasi]

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.