Komnas HAM: Antara ‘Kera’ dan ‘Keras’ Picu Kerusuhan Wamena

Avatar of PortalMadura.com
23 Orang meninggal dan 77 Luka-luka dalam Kerusuhan Wamena, Papua
dok. Sejumlah kios yang dibakar massa perusuh dalam unjuk rasa di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Senin (23/9/2019), (Sumber: Haipapua.com)

PortalMadura.Com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia () mengungkapkan asal mula konflik di Wamena.

Salah satunya dipicu oleh kesalahpahaman pengucapan antara kata ‘kera' dengan ‘keras' yang diucapkan seorang guru kepada muridnya.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menceritakan, pada Selasa, 17 September lalu ada seorang guru pengganti bernama Riris meminta murid-muridnya untuk membaca dengan keras karena murid tidak membaca pelajaran yang dimintanya dengan jelas.

Riris mengajar sebagai guru pengganti untuk menggantikan guru yang berhalangan hadir. Namun, pengucapan kata ‘keras' oleh Riris ditangkap sebagai kata ‘kera' oleh sebagian murid kelas XI SMA PGRI Wamena.

“Hari Rabu tidak ada masalah sampai Jumat, Sabtu baru mulai ribut dan murid marah-marah karena menganggap guru menyebut murid dengan sebagai kera,” ungkap Taufan, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9/2019).

Taufan menambahkan, saat itu sudah dilakukan klarifikasi dan Riris menegaskan bahwa dia tidak menyebut murid dengan kata ‘kera'.

“Klarifikasi sudah dilakukan dan mereka sudah maaf-maafan dan bahkan sudah nyanyi bersama karena ada murid yang ulang tahun,' urai Taufan.

Menurut dia, Riris juga tidak menyadari bahwa kejadian tersebut akan berbuntut pada terjadinya konflik lanjutan, hingga kemudian pada hari Minggu, 22 September ada penyerangan ke sekolah dan pada keesokan harinya, sekolah sudah rusak.

“Kepala Sekolah sudah melarang Riris ke sekolah pada Senin. Kemudian datanglah siswa marah-marah dengan rombongan lainnya,” tambah Taufan.

Menurut dia, kondisi inilah yang harus diinvestigasi karena aksi protes siswa yang berujung pada pengrusakan sekolah juga diikuti oleh banyaknya massa lainnya yang tidak jelas asal usulnya.

“Massa itu tidak jelas karena banyak masyarakat sekitar yang merasa tidak kenal dengan massa yang datang berdemo. Ini harus diinvestigasi,” tegas Taufan.

Dia mengatakan kejadian ini unik karena setelah kesalahpahaman yang terjadi pada hari Selasa antara guru Riris dengan muridnya, sudah diklarifikasi dan sudah bermaaf-maafan.

“Kerusuhan ini sistematis dan tidak jelas siapa yang melakukan termasuk ada suara letusan senjata di mana-mana dan mereka (masyarakat) tidak bisa memastikan siapa pelakunya karena peristiwa ini di luar dugaan,” ungkap Taufan.

Dia menyayangkan kesalahpahaman internal yang terjadi hanya di dalam ruang lingkup kecil kelas XI bisa meluas dan meletus menjadi konflik besar dengan datangnya massa dari berbagai penjuru sehingga menimbulkan kekerasan.

31 Tewas dan Ribuan Warga Mengungsi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan konflik di Wamena telah memakan korban jiwa 31 orang dan ribuan lainnya mengungsi.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan sebanyak 5 ribu orang mengungsi di Polres Wamena, 2.700 mengungsi di Kodim Wamnea, 500 di bandara Wamena, dan ribuan eksodus meninggalkan wilayah Wamena.

“Ini menimbulkan perhatian secara nasional dan muncul sentimen berbau sara yang menurut kami tidak relevan karena peristiwa di Wamena lebih kompleks dari yang digambarkan orang,” katanya.

Taufan mengatakan telah mendapatkan laporan dari Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey terkait kejadian yang ada di Wamena yang bermula dari berita hoax ada aksi rasialisme yang dilakukan oleh seorang guru.

“Selain mengutuk keras, kita juga bela sungkawa atas kejadian peristiwa di Wamena yang dimulai dari satu berita hoaks dan dengan gampangnya menyulut kerusuhan di berbagai tempat yang timbulkan korban jiwa dan harta benda,” lanjut Taufan.

Menurut dia, Komnas HAM tidak membedakan latar belakang warga yang menjadi korban, baik itu pendatang ataupun masyarakat lokal, karena dapat memperkeruh suasana dan memperuncing konflik.

Dalam rangka itu, Komnas HAM mendorong semua pihak baik masyarakat Papua ataupun secara nasional untuk menghindari penyampaian hoaks dan informasi yang simpang siur karena akan semakin memperkeruh situasi.

“Ada sosmed yang bilang ini genosida. Jangan seperti itu dulu dan tahan diri untuk sebarkan berita dan analisis yang tidak mendasar,” tegas dia.

Taufan juga menjelaskan bahwa Komnas HAM sudah mengirim tim untuk investigasi awal peristiwa di Wamena sejak tanggal belasan September lalu.

Dia memastikan bahwa informasi yang Komnas HAM dapatkan sangat akurat karena langsung berasal dari lapangan.

“Komnas HAM tegaskan komitmen untuk berupaya mengungkap tragedi ini agar jelas siapa, apa, dan kenapa terjadinya tragedi kemanusiaan ini,” lanjut Taufan.

Menurut Taufan, apabila tidak ada proses penegakan hukum, dikhawatirkan peristiwa yang sama dapat terjadi lagi.

“Hampir di seluruh Papua suasana saat ini tegang, ada rasa tidak percaya, kekhwatiran, dan orang-orang hidup dalam suasana tidak nyaman,” ungkap Taufan.

Oleh karena itu, dia meminta seluruh pihak di Papua termasuk pemimpin nasional untuk melakukan dialog konstruktif dalam mencari langkah perdamaian.

“Ini solusi terbaik untuk pemerintah pusat, daerah, dan tokoh-tokoh lokal menggelar dialog konstruktif agar tercipta perdamaian dan tidak memicu ketegangan yang lebih luas dan juga (memancing) respon internasional,” tambah dia.

Taufan menegaskan bahwa Komnas HAM bersedia menfasilitasi semua pihak untuk duduk berdialog mencari solusi perdamaian di papua.

“Pemenuhan HAM dan pencegahan konflik ke depan bagi kami menjadi isu pokok,” pungkas dia.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.