Kemudian datanglah Mohamad Abdurrohman (50). Ia yang mengubah suasana sekitar makam, dari yang semula terlihat menyeramkan menjadi area yang mulai memancing peziarah untuk datang. Setiap Kamis sore hingga tengah malam puluhan peziarah datang untuk mendoakan kedua leluhur. Walau kedua makam ini belum dikenal luas, namun keberadaannya bisa dijadikan bukti autentik untuk menyambung rantai sejarah yang terputus.
Kedatangan Abdurrohman yang belum genap setahun mengubah area sekitar makam keramat. Ia membabat habis semua pohon liar yang membuat cungkup makam bisa terlihat dari jauh, mencabuti rumput liar untuk memunculkan kesan makam keramat yang terawat, serta membentuk undukan tanah. Semua pekerjaan tersebut ia lakukan dengan peralatan seadanya serta hanya seorang diri.
Adanya tiga tempat duduk dari bambu yang ditempatkan di atas undukan tanah membuat peziarah betah berlama-lama di makam. Sambil duduk santai mereka bisa menikmati pemandangan dusun serta berbincang sambil ditemani sejuknya tiupan angin semilir. Sungguh suasana khas pedesaan.
Tidak jauh dari makam, juga di sisi timur, terdapat sumber air. Untuk sampai ke sumber, peziarah harus berjalan menuruni anak tangga yang terbuat dari tegel putih. Menurut Abdurrohman, tegel putih tersebut sumbangan dari salah seorang peziarah. Lokasi sumber ditandai oleh pembatas dari semen. Air sumber terlihat bening dan bersih.
Biasanya peziarah …