Matinya Idealisme Dibalik Algoritme dan Pembagian Kue Daerah

Avatar of hartono
Matinya Idealisme Dibalik Algoritme dan Pembagian Kue Daerah
google

Idealisme yang begitu perkasa, ternyata bisa remuk ketika karyanya tak terjual. Lalu dimana idealisme itu sekarang bersembunyi?. Mungkinkah dibalik algoritme atau di ketiak pemberi kue daerah?.

Dua pertanyaan itu tentu sulit dibuktikan dengan data-data atau fakta yang dapat disajikan secara hitungan matematik. Namun, publik dapat menilai dari takaran informasi atau berita yang disajikan media, khususnya media daerah.

Redaksi PortalMadura.Com tertarik dengan dua hal tersebut seiring dengan kekhawatiran banyak pengelola media konvensional yang telah dihadapkan dengan situasi sulit saat ini, dimana media daerah memiliki ketergantungan besar terhadap pemberi kue di daerah.

Disadari atau tidak, atau mungkin dengan sadar idealisme dijadikan bungkus market oleh penentu kebijakan di daerah yang hanya mengejar pemenuhan kebutuhan fashion belaka menjelang kontestasi lima tahunan, entahlah!

Masalah lain adalah banyak konten yang hanya mengejar kebutuhan mesin algoritme. Memang siapa sih yang tidak mau untuk memebuhi kebutuhan mesin algoritme?. Namun, disinilah fakta akan menunjukkan bahwa idealisme sedang mati.

Konten dibuat hanya mengejar kebutuhan mesin algoritme, sedangkan kebutuhan publik tak lagi menjadi garapan atau sorotan utama dalam sebuah konten media konvensional di daerah.

Memang tidak salah, tetapi ini yang dikhawatirkan para suhu hingga pemerintah akan melahirkan Perpres Jurnalisme Berkualitas yang merupakan usulan Dewan Pers.

Tujuannya, untuk memperkuat tanggung jawab perusahaan platform digital dalam mendukung jurnalisme berkualitas di tanah air. Tetapi, lagi-lagi, kawan-kawan di daerah membutuhkan keterampilan lebih di bidang IT.

Ibaratnya, media yang hidup di daerah dihadapkan pada banyak hal, baik kualitas SDM maupun fasilitas pendukung lainnya. Media besar tentu akan merajainya.

Belum lagi, ketergantungan media daerah pada penentu kebijakan di daerah itu sendiri. Itu pun jika penentu kebijakan di daerah merasa butuh atau mau mengakui dengan potensi yang dimiliki.

Media daerah, adalah potensi besar bagi daerah itu sendiri. Sebab, tidak semua media konvensional yang bertaraf nasional memiliki penyambung di masing-masing daerah, maka media yang berkedudukan di daerah itulah penyambungnya, atau minimal menjadi jendela untuk diintip.

Hakekatnya, media daerah itu tetap wajib profesional dan tidak mematikan idealisme sebuah media yang telah berpegang pada UU Pers No. 40 tahun 1999.

Meski potensi dan peran penting media di daerah itu sangat dominan, para penentu kebijakan justru melihatnya dari sudut pandang berbeda. Entah dari sudut apa? berometernya terasa redup yang hanya bisa ditafsiri melalui prasangka kedekatan, kepentingan, atau orang-orang mereka saja.

Tak sedikit kabar yang diterima dari wakil rakyat, bahwa anggaran yang spesifik pada publikasi akan dipangkas atau telah dipangkas saat pembahasan anggaran bersama eksekutif.

Kalaupun tidak dipangkas, media konvensional di daerah bisa saja hanya dijadikan ‘aroma’ untuk meloloskan anggaran belaka. Lagi-lagi penggunaannya tergantung hasrat penentu kebijakan yang akan manggung lima tahunan atau mengejar prestasi publik, bukan pemenuhan hajat orang banyak.

Tentu masih banyak sudut pandang berbeda, Redaksi PortalMadura.Com, menerima sudut pandang lainnya melalui email; [email protected] (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.