PortalMadura.Com – Sehari menjelang peringatan hari pahlawan 10 November, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada seorang tokoh Nahdlatul Ulama bernama KH As’ad Syamsul Arifin. Ulama asal Situbondo tersebut dianggap berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia. Siapakah sebenarnya KH. As’ad ini?
Awal Kehidupan KHR As’ad Syamsul Arifin
KHR As’ad Syamsul Arifin yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia ini lahir di Mekah, Arab Saudi pada tahun 1987. Sejak kecil, beliau telah dididik dengan penuh kedisiplinan sehingga ilmu-ilmu agama yang diajarkan selalu dipahami dengan sempurna. Ayah dari KHR As’ad Syamsul Arifin mengajari sendiri anaknya banyak hal sebelum akhirnya dilepas untuk belajar di luar
Saat usianya menginjak 16 tahun, beliau mulai berguru ke ulama-ulama besar Mekah yang membuat ilmu agamanya kian tebal. Dari ilmu yang didapat ini, pemikiran dari KHR As’ad Syamsul Arifin semakin terbuka lebar sehingga sang ayah mengirimnya untuk belajar mengaji ke Indonesia di Pondok Pesantren Banyanyar, Pamekasan.
Berguru di Jawa dan Mendirikan Pesantren
Setelah dirasa cukup umur dan ilmu dasarnya keislaman sudah mengakar kuat, KHR As’ad Syamsul Arifin dikirim ayahnya belajar ke Madura. Dengan semangat yang berapi-api, beliau belajar banyak hal selama tiga tahun mulai tahun 1910. Setelah belajar di sana, beliau dipanggil lagi ke Mekah untuk melakukan ibadah haji dan juga belajar lagi ke Madrasah Salatiyah yang guru-gurunya berasal dari Jawa.
Saat ilmu dari KHR As’ad Syamsul Arifin kembali dianggap meningkat, beliau dikirim kembali ke Indonesia untuk menjalankan misi baru. Dengan bekal ilmu yang dimiliki, KHR As’ad Syamsul Arifin tidak serta merta mendirikan pondok pesantren. Beliau masih belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa untuk mengharap berkah dari para kiai. Saat semua persiapan dirasa matang, KHR As’ad Syamsul Arifin akhirnya mendirikan pondok pesantren Salafuyah Stafi’iah di Sukorejo, Asembagus, Situbundo, Jawa Timur.
Perantara Pendirian Organisasi Islam NU
Saat mengharap berkah dan belajar di banyak tempat termasuk di pondok Pesantren Kademangan Bangkalan, beliau menjadi salah satu murid paling cerdas. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan Kiai Haji Kholil yang sangat besar padanya. Bahkan, saat KH Hasyim Asy’ari akan mendirikan organisasi Islam NU, Kiai Haji Kholil menyuruh KHR As’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan tanda persetujuan dan restu.
Selama dua kali, KHR As’ad Syamsul Arifin datang ke kediaman KH Hasyim Asy’ari untuk menyerahkan restu sehingga NU pun dibentuk. Tanpa ada peran serta dari KHR As’ad Syamsul Arifin NU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia tidak akan terbentuk dan kebinekaan tidak akan bisa tumbuh subur.
Berjuang pada Serangan Umum 10 November 1945
Selama mengaji dan belajar banyak hal terkait dengan agama, KHR As’ad Syamsul Arifin juga belajar bela diri dengan tekun. Akibat hal ini, beliau dikenal sangat hebat dalam melawan penjajah. Musuh yang mendekat ke arahnya selalu bisa ditangkis dengan sekuat tenaga dan membuat beliau memenangkan pertarungan melawan sekutu yang masuk setelah Jepang kalah.
Saat Jepang kalah, santri dari pondok pesantren yang beliau pimpin membantu pelucutan senjata. Dengan kemampuan bela diri, santri dari KHR As’ad Syamsul Arifin juga susah dikalahkan. Saat pertempuran besar terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945, beliau juga ikut bertempur mati-matian dalam mempertahankan Indonesia.
KHR As’ad Syamsul Arifin adalah pejuang agama dan Indonesia yang hebat. Beliau memegang teguh keyakinannya untuk membuat negeri ini damai tanpa ada pertarungan lagi di mana-mana. KHR As’ad Syamsul Arifin tidak peduli lagi kalau harus berkorban banyak hal. Asal Indonesia jadi lebih baik, beliau mau terus berjuang. (boombastis.com/choir)