Opini  

Menyoal Populasi Masyarakat Pulau Mandangin

Avatar of PortalMadura.Com
Menyoal Populasi Masyarakat Pulau Mandangin
dok. Pulau Mandangin (Foto Badri Stiawan @portalmadura.com)

Oleh: Holikin, S.Pd.I*

Sedikit menggembirakan. Jamak diketahui, yang sebelumnya hanya dikenal sebagai Pulau Kambing oleh masyarakatnya sendiri, termasuk saya, ternyata memiliki nama lain yang cukup melimpah. Ada Menjangan, Mendhingan, Baddingin, dan sebagainya, sebagaimana yang tertera di gambar peta era VOC plus catatan kakinya. Namun, kali ini saya sedikit merilis angka populasi penduduk Pulau Mandangin secara periodik berdasar pada temuan data dan referensi yang hanya secuil saya miliki. Anda atau siapa saja (terkhusus Masyarakat Pulau Mandangin sendiri) boleh menambahkannya selama juga memiliki referensi data yang bisa dipertanggungjawabkan.

Era Hindia Belanda (VOC), pada tahun 1859 populasi penduduk Pulau Mandangin tercatat hanya 89 orang saja. Kemudian, pada periode tahun 1904-1914 populasinya meningkat menjadi 1700 jiwa. Ini artinya, selama 55 tahun (dari tahun 1859 sampai dengan 1914) bertambah 1611 jiwa. Selama masa itu, pertahun Pulau Mandangin mendapatkan tambahan 29 – 35 orang saja.

Pada tahun 1980, Surat Kabar Tempo merilis temuan, pada tahun itu jumlah masyarakat Pulau Mandangin berjumlah 10.238 jiwa. Artinya, selama 66 tahun (dari tahun 1914 – 1980) angka kelahiran masyarakat Pulau Mandangin mencapai 8.538 jiwa. Ada 129 – 133 jiwa pertahun. Angka pertambahan penduduk periode ini jauh sangat meningkat melebihi periode sebelumnya.

Bappeda Jatim mengemukakan temuannya, tahun 2011 jumlah masyarakat Pulau Mandangin mencapai 19.000 jiwa (5600 Kepala Keluarga). Jika kita hitung, maka selama rentang tahun 1980 – 2011 (selama 31 tahun), mendapatkan tambahan penduduk 8.762 jiwa. Pertahun bertambah 282 – 285 jiwa. Ini jumlahnya bertambah drastis (200% lebih) dibanding periode sebelumnya.

Kemudian, Resechgate di tahun 2020 lalu merilis angka jumlah penduduk masyarakat Pulau Mandangin mencapai 20.568 jiwa. Hanya dalam rentang 9 tahun saja dari tahun 2011 bertambah 1568 jiwa. Artinya, pertahun akumulasi jumlahnya mencapai 174 – 176 jiwa.

Sayangnya, untuk populasi penduduk Pulau Mandangin di tahun 2023 – 2024 saya belum mendapatkan data resmi dan kredibel. Data dari situs resmi BPS (Badan Pusat Statistik) Kab. tidak bisa saya akses. Kemungkinan sementara, dipastikan angkanya mencapai lebih dari 21 ribu jiwa (Media Jatim, 5/3/2023). Anda (pembaca) bisa mengoreksinya dengan menyertakan data yang lebih valid.

Dari semua data yang saya saji ini, saya tidak bermaksud menggiring pada opini lain, bahwa program KB (Keluarga Berencana) yang jargonnya dikenal dengan “dua anak cukup” tidak berhasil. Tidak. Saya hanya ingin menyajikan gambaran imaginasi, bagaimana padatnya pulau ini dihuni oleh ratusan ribu penduduk di masa yang akan datang. Sementara saat ini, dapat kita rasakan betapa sesak dan padatnya rumah-rumah pendukduk. Tidak menutup kemungkinan hal ini bakal terjadi pada 10, 20, atau 50 tahun yang akan datang. Kita dapat membayangkan, trend angkanya secara periodik terus meningkat –saya tidak menghitung skala perbandingan luas tanah Pulau Mandangin dengan jumlah rumah penduduk–. Ditambah lagi dengan karakter masyarakat kita yang sulit sekali melakukan urbanisasi dan menetap di daerah tujuan.

Kemudian dampaknya tidak hanya menggerus ruang terbuka hijau di pulau ini yang semakin tahun kian menyempit, akan tetapi juga berdampak pada hilangnya jatah tempat pemakaman umum (TPU), hilangnya sumber perekonomian (seperti pertanian yang dulunya menjadi primadona kedua sebagai mata pencaharian masyarakat selain nelayan), berdampak pula pada kesehatan, bahkan dampaknya juga pada maraknya “perang agraria antar keluarga / anak cucu” yang rebutan tanah peninggalan leluhurnya.

Masyarakat Pulau Mandangin yang saat ini hidup di masa 2020-an (tahun 2024) adalah generasi ke tujuh dari nenek moyang yang hidup di era 1850-an (dengan asumsi rasio usia perkawinan antara 25 – 30 tahun) perlu melakukan jalan keluar dari kasus ledakan penduduk semacam ini. Solusi jangka pendek untuk saat ini tidak hanya pada mengikhlaskan diri taat dan patuh pada program KB yang pemerintah gawe, sebab hal ini dapat dibantah dengan masih maraknya perkawinan usia dini di pulau ini. Lebih dari itu, yaitu melakukan migrasi ke daerah luar bagi masyarakat yang saat ini memiliki harta lebih dengan membeli tanah di luar Pulau Mandangin, sekalipun tidak melakukan eksodus sekala besar. Hal ini rasanya perlu dilakukan demi masa depan Pulau Mandangin itu sendiri, demi keberlangsungan generasi selanjutnya.(**)

*Guru dan penulis asal Pulau Mandangin – Sampang

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.