Nasib Media Massa Daerah di Era Pandemi Covid-19

Avatar of PortalMadura.com
Nasib Media Massa Daerah di Era Pandemi Covid-19
Jaga jarak di tengah pandemi Covid-19

Pers yang kuat dan independen serta mandiri secara luas dipahami sebagai bagian penting dari fungsinya sebagai alat kontrol bagi kehidupan demokrasi.

Membantu pembaca mendapatkan informasi yang akurat, cepat dan tepat serta benteng melawan hoaks (hoax) atau pun melawan setengah kebenaran adalah jalan kewajibannya.

Bahkan, harus melawan propaganda yang marak pada platform digital di era kekinian. Ini sebagai wujud jurnalisme yang harus dijunjung tinggi setiap pelaku media.

Ketukan keyboard pada mesin pencari internet secara instan menghubungkan Anda dan kita semua dengan konten digital tanpa batas.

Di facebook, instagram, youtube dan platform media sosial lainnya, tentu semuanya yang mungkin sengaja atau tidak sengaja mencari berita akan menemukannya.

Belum lagi media massa daerah yang dihadapkan pada ‘celotehan‘ orang yang memiliki sejengkal pemikiran dengan bernuansa menyudutkan ‘karena berita media' orang ketakutan dengan covid-19.

Namun, keberlimpahan berita dan informasi yang sering menyesatkan kadang tidak disadari. Bahkan, justru lebih dinikmati dan bagi pembuatnya pasti meraup ‘untung' dari .

Media massa resmi berbadan hukum seperti pakem di Dewan Pers, tidak lagi fokus berpikir Google AdSense, karena memang bukan satu-satunya lahan bisnis bagi perusahaan media yang berkedudukan di daerah.

Media massa daerah lebih pada bagaimana bisa ikut serta melawan covid-19 di negeri ini, seperti yang digagas 50-an media nasional #MediaLawanCovid19.

Namun, di tengah , nyaris tidak ada yang berpikir jika napas media massa daerah tidak lagi panjang. Event yang menjadi salah satu lahan bisnis media daerah untuk bertahan hidup tidak dapat digelar karena physical distancing.

Pendapatan iklan dari event swasta maupun pemerintah daerah tidak lagi mengalir. Sentuhan program melawan covid-19 juga tidak dekat, kecuali mereka mendekat untuk dipublikasikan agar publik atau atasannya tahu jika sudah berbuat untuk melawan covid-19. “Ini darurat, bantulah kami,” kata mereka.

Media massa daerah tetap besar hati, meski sebagian harus menunda honor atau gaji karyawannya. Jurnalisme berkualitas hanya bisa berharap bahwa industri media digital–entah bagaimana, bisa menemukan jalan terbaiknya di tengah melawan covid-19.

Bencana ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona tentu hanya menjanjikan akan membuat hal ini semakin sulit. Ini tentu juga dirasakan bagi kalangan sipil yang hanya ‘bisa makan' dari pendapatan harian.

Tidak ada solusi khusus dari pemerintah daerah untuk mengatasi keberlangsungan media massa daerah. Kecuali Menkominfo yang akan menampung perusahaan pers yang merugi atau perusahaan pers itu sendiri yang harus mengurangi jumlah SDM-nya.

Wabah virus corona akan merusak ekosistem atau pun tenaga mekanik keredaksian sebuah media massa daerah. Pertanyaan sederhana, berapa banyak media massa daerah yang akan bertahan dan bagaimana dapat dibangun kembali dengan baik?.

Kalangan media massa tentu ingat bagaimana The New York Times mampu bertahan di tengah kegelisahan keberlangsungan ekonominya pada tahun 2009. Para eksekutifnya berjuang keras untuk memulihkan diri dari resesi hebat saat itu.

Salah satunya mencoba memutuskan konten mereka harus berada di balik paywall. Hanya mereka yang bersedia membayar (berbayar) dapat menikmati sajiannya dengan penawaran sejumlah artikel dapat diakses dengan cara gratis.

Keputusan tepat telah diambil. Taruhan tersebut memang tidak dapat dinikmati dalam jangka bulan. Sembilan tahun kemudian, taruhan itu baru terbayar. Kini The New York Times memiliki lima juta pelanggan dan lebih dari 700 wartawan.

Media massa lain, seperti Washington Post (2013), The New Yorker (2014) dan The Atlantic pada tahun lalu telah mengadopsi hal serupa yang diikuti media massa lain meski pendapatan mereka tidak sama.

Hal ini dilakukan setelah pendapatan dari iklan baris mulai berkurang dan menjadikan pembacanya lahan empuk dalam bisnis media.

Mungkinkah hal ini dapat diadopsi oleh media massa daerah, seperti perusahaan pers yang berkedudukan di Pulau Madura?.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.