Negara Madura Pernah Ada Dipimpin R.A.A. Cakraningrat

Avatar of PortalMadura.com
Negara Madura
Berdiri, R.A.A. Cakraningrat berbicara sebagai Wali Negara Madura di Bangkalan dalam acara pembentukan tentara Madura. Duduk di sebelah kanan Cakraningrat, Panglima Tentara Belanda di Jawa Timur Mayjen W.J.K. Baay. Duduk sebalah kiri Cakraningrat, Recomba Jawa Timur, Tuan Ch.O. v. Plas dan Komandan batalion baru. (Sumber Foto : nationaalarchief.nl)

PortalMadura.Com – Pulau garam Madura yang terdiri dari empat kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep sempat menjadi sebuah negara.

berdiri pada tanggal 23 Januari 1948 dan diakui oleh Belanda tanggal 20 Februari 1948 atau satu bulan setelah berdiri.

Negara Madura dipimpin R.A.A. Cakraningrat dengan sebutan Wali Negara Madura.

R.A.A. Cakraningrat adalah sebuah gelar (Raden Adipati Ario/ R.A.A) yang memiliki nama asli Soerjowinoto. Ia juga bernama Cakraningrat XII. Gelar ini diperoleh sejak 1920.

Ayah dari R.A.A. Cakraningrat adalah Bupati Bangkalan pertama, abangnya adalah Bupati Bangkalan kedua dan ia adalah Bupati Bangkalan ketiga sekaligus terlama. Raden Soerjowinoto mengisi jabatan bupati dari 1918 hingga 1948.

Muryadi, Dosen Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unair, Surabaya, dari hasil penelitiannya menyebutkan, pada bulan Desember l947 di Jakarta terbentuk Komite Indonesia Serikat yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil negara bagian dan tokoh-tokoh politik termasuk di dalamnya wakil dari Madura.

“Tugas utama dari komite ini adalah membentuk negara Indonesia Serikat. Oleh karena itu perwakilan yang hadir setelah pertemuan berakhir diberi tugas supaya merundingkan hal ini dengan rakyat di daerahnya masing-masing,” tulis Muryadi dalam Negara Madura (Sejarah Pembentukan hingga Penyelesaiannya dalam NKRI).

Sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut, maka pada tanggal 16 Januari 1948 di Madura berhasil didirikan Komite Penentuan Kedudukan Madura. Dan pada tanggal 23 Januari 1948 diadakan pemungutan suara yang banyak mendapat tekanan dari Belanda.

Cara yang dilakukan dalam pemungutan suara adalah di tiap-tiap desa terlebih dahulu akan diberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari pemungutan suara. Pada pelaksanaan pemungutan suara diperoleh hasil sebagai berikut:

Hak Pilih : 305.546 orang
Hadir : 219.660 orang (71,88 %)
Menyatakan Setuju : 199.510 orang (90,82 %)
Tidak Setuju : 9.923 orang (4,51 %)
Tidak memberikan suara : 10.230 orang (4,65 %)

“Dari hasil pemungutan suara itu maka terlihat 71,88% rakyat setuju Madura berdiri sebagai negara sendiri yang terpisah dari NKRI. Pada saat pelaksanaan pemungutan suara, pihak Belanda banyak terlibat dengan cara melakukan berbagai tekanan dan menangkap serta menahan orang yang tidak disukainya,” sebut Muryadi.

Dari hasil tersebut maka pada tanggal 20 Februari 1948 secara resmi pemerintah Hindia Belanda melalui Letnan Gubernur Jenderal van Mook mengakui dan merestui berdirinya Negara Madura.

Sebagai Wali Negara ditunjuk Cakraningrat (Arsip Kementerian Penerangan No. 99 dikutip dari Seri penerbitan Naskah Sumber Arsip No.2. Badan Arsip Propinsi Jawa Timur, 2002:25-26).

Bendera Negara Madura (sumber foto wikipedia.org)
Bendera Negara Madura (sumber foto wikipedia.org)

Pada tanggal 15 April 1948 telah diadakan juga pemilihan Dewan Perwakilan Negara Madura dan dalam bulan Desember 1948 dewan ini telah diadakan pelantikan di Pamekasan.

Namun, keberadaan Negara Madura tidak lama. Reaksi dari rakyat Madura yang menolak bergejolak di mana-mana hingga berdiri Organisasi Gerakan Perjuangan Madura dan terjadi aksi massa besar-besaran.

Gerakan Perjuangan Madura itu berpusat di Pamekasan dan memiliki cabang di berbagai wilayah, seperti di Surakarta, Madiun, Nganjuk, Kediri, Blitar, Turen, Jombang, Babat, dan Tuban.

Pada tanggal 26 Februari 1948, putra-putra Madura di Jawa juga membentuk Panitia Perjuangan Madura.

“Tujuan dari gerakan ini adalah menggerakkan rakyat Madura untuk memperjuangkan agar pulau Madura tetap dalam lingkungan NKRI,” katanya.

Dalam kondisi tersebut, pada tanggal 23 Februari 1950, Bupati Notohadikusumo melaporkan kepada Pemerintah RI di Yogyakarta mengenai situasi politik di Madura dan mendesak kepada pemerintah agar segera memberi keputusan bahwa Madura sudah bergabung dengan wilayah RI kembali.

Maka, pada tanggal 4 Maret 1950 beberapa orang wakil fraksi menemui Gubernur Jawa Timur, memohon Madura secara de facto diakui syah menjadi Daerah Karesidenan Madura sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur.

Pada tanggal 7 Maret 1950 Gubernur Jawa Timur, Samadikun menunjuk R. Sunarto Hadiwijoyo sebagai Wakil Residen Madura.

Tidak lama kemudian pada tanggal 19 Maret 1950 turunlah Surat Keputusan Presiden RIS yang isinya menetapkan daerah Madura sebagai Residen dari Republik Indonesia.

Surat dari presiden ini kemudian ditindaklanjuti dengan diadakan serah terima kekuasaan di Madura dari pejabat sebelumnya yakni R.T.A. Notohadikusumo kepada pejabat baru R. Sunarto Hadiwijoyo.

Mulai saat itu, Madura telah diperintah oleh pejabat RI. R. Sunarto Hadiwijoyo pejabat Residen Madura yang pertama sesudah pendudukan Belanda berakhir (Abdurachman, 1988: 75-76).

Negara Madura dinyatakan bubar dan kembali menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia terhitung sejak tanggal 9 Maret 1950.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.