PDAM Sumenep Diminta Kelola SPAM Giliyang, Siapa Yang Nanggung Kerugian? Ini Hasil Analisanya

Avatar of PortalMadura.com
PDAM Sumenep Diminta Kelola SPAM Giliyang, Siapa Yang Nanggung Kerugian? Ini Hasil Analisanya
dok. Direktur PDAM Kabupaten Sumenep, Drs. Ach. Supandi. (Foto. Joni Suhartono)

PortalMadura.Com, – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diminta untuk mengelola penyaluran air bersih menuju Pulau Giliyang.

Titik sumbernya dari Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kecamatan Dungkek yang merupakan proyek Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) tahun 2017.

Proyek tersebut menguras anggaran Pemerintah Pusat hingga Rp 54.235.000.000,- (Lima Puluh Empat Miliar Dua Ratus Tiga Puluh Lima Juta Rupiah).

Direktur PDAM Kabupaten Sumenep, Drs. Ach. Supandi, pada PortalMadura.Com menjelaskan, pada hakikatnya pihaknya welcome atas keinginan pihak lain dalam hal pengelolaan air bersih untuk warga kepulauan tersebut.

“Kita siap, tapi bukan berstatus pengelola. Kami ingin sebagai operator saja,” terangnya, Rabu (30/1/2019).

Pihaknya merujuk pada hasil survei awal yang dilakukan PDAM bersama BPWS baru-baru ini, bahwa nilai aset pada program tersebut sangat besar hingga mencapai Rp 54 miliar lebih.

“Dampaknya pada nilai penyusutan aset juga sangat besar. Setiap tahunnya mencapai Rp 5,4 miliar lebih atau per bulan sebesar Rp 451 juta lebih,” terangnya.

Sedangkan analisa untuk kebutuhan operasional yang berkaitan dengan kebutuhan taktis di lapangan, semisal listrik, tenaga kerja, pemeliharaan, biaya umum, administrasi dan lainnya hampir mendekati Rp 4 miliar per tahun.

“Analisa sederhana, kebutuhan per bulan untuk mengoperasikan layanan air bersih hingga sampai pada pelanggan mencapai Rp 323 juta lebih,” katanya.

Ia menjelaskan, saat ini sudah ada 150 titik pelanggan yang sudah siap untuk menerima suplai air bersih.

Pelanggan itu tersebar di dua wilayah, meliputi 50 pelanggan ada di Desa Lapa dan sisanya ada di Pulau Giliyang.

“Dari jumlah pelanggan itu, jika analisa pemakaian air menggunakan standar minimal, maka per pelanggan dikenakan biaya Rp 35 ribu per bulan,” jelasnya.

Dari pendapatan per pelanggan tersebut, dikalikan jumlah pelanggan yang sudah menerima program itu (150 pelanggan) maka hanya terkumpul per bulan dana sebesar Rp 5.250.000,- (Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

“Maka kerugian yang akan kami alami mencapai Rp. 318 juta lebih per bulan. Ini belum biaya penyusutan aset yang otomatis menjadi beban sebesar Rp 451 juta lebih per bulan,” ungkapnya.

Belum lagi, katanya, dari dua sumur yang ada, Candi 1 dan Candi 2 dengan 2 tandon air di Desa Lapa Laok dan Desa Lapa Daya membutuhkan tambahan daya listrik.

Baca Juga: Tahun Ini, Disdik Sumenep Janji Perbaiki Gedung SDN Sendir

“Daya listrik yang terpasang saat ini 33 Kilo Volt Ampere (KVA) saja. Sedangkan kebutuhan mencapai 63 KVA. Ini juga butuh dana lain,” tandasnya.

Total biaya operasional dan nilai penyusutan aset mencapai Rp 775.353.146,- per bulan. Setelah dikurangi pendapatan yang bersumber dari pelanggan sebesar Rp 5.250.000,- pengelola masih rugi sebesar Rp 770.103.146,- per bulan.

Note :

1. Biaya Operasional Rp 323.394.813,- per bulan

2. Biaya Penyusutan Aset Rp 451.958.333,- per bulan

3. Pendapatan Rp 5.250.000,- per bulan

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.