Opini  

Pelayanan Kesehatan Jauh dari Kata Layak

Avatar of PortalMadura.com
Pelayanan Kesehatan Jauh dari Kata Layak

Oleh: Wulandari Istihara*

prima bagi masyarakat miskin belum berjalan maksimal, utamanya disebagian pusat-pusat kesehatan masyarakat maupun di rumah-rumah sakit tertentu.

Buktinya, masih ada kesan atau keluhan bernada protes atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu atau yang hanya berbekal surat keterangan tidak mampu [SKTM] atau istilah lain maupun memakai BPJS.

Misalnya, rumah sakit yang merupakan fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL) bagi masyarakat, masih terdengar suara-suara sumbang. Rumah sakit yang seharusnya optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan, responsive dan tidak diskriminatif, tak didapat oleh sebagian warga kurang mampu.

Contoh kasus, beberapa waktu lalu, Vira (20) warga Desa Pamolokan, Kabupaten Sumenep mengalami kecelakan lalu lintas. Setibanya di salah satu rumah sakit tidak mendapatkan pelayanan cepat, seperti pembersihan pada luka-lukanya. Alasan si perawat, takut infeksi.

Pelayanan kurang cepat dan penyampaian yang dianggap tidak logis oleh masyarakat awam tersebut, akan menimbulkan penilaian berbeda di mata publik. Sebab, masyarakat hanya tahu, perlu penanganan cepat meski si pasien itu dari kalangan kurang mampu.

Bahkan, publik akan menilai lebih jauh, bahwa mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit A dan B berbeda jika dari warga kurang mampu. Kesan dan penilaian ini akan sirna jika penanganan kesehatan ditunjukkan dengan sempurna.

Memang, sebuah pelayanan itu tidak mungkin akan memuaskan semua orang. Mereka akan memiliki sudut pandang yang berbeda pula. Tetapi, kepuasan pelayanan kesehatan itu, modal utamanya adalah bagaimana skill berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun keluarga pasien.

Bukankah sebuah sugesti itu juga obat yang jauh lebih mujarab untuk kesembuhan seorang pasien?. Jika pelayanan kesehatan secara prima belum menjadi budaya dikalangan tenaga medis, maka pelayanan kesehatan itu tetap akan terkesan, bahwa masih jauh dari layak.

Kasus pelayanan kesehatan buruk yang dilakukan rumah sakit terhadap Vira tersebut diharapkan menjadi yang terakhir dan tidak terulang kembali. Makan, selain perlu kontrol dan pengawasan diinternal rumah sakit, juga butuh kesadaran masing-masing pribadi para tenaga medis.

Kami yakin, masyarakat tidak akan memberi penilaian ‘merah' apabila skill berkomunikasi dan kecepatan pelayanan kesehatan ditingkatkan. Dan tidak cukup hanya menepati sebuah prosedur dalam pelayanan kesehatan, tetapi harus memiliki kemampuan berempati bagi masyarakat.

Itu semua, tentunya dapat dimulai dari peran optimal Satuan Pengawas Internal (SPI). Disamping itu, pemerintah juga perlu hadir dan terus melakukan evaluasi intensif dan tindakan tegas bila terjadi pelayanan kesehatan yang tidak memihak bagi masyarakat.(**)

*Penulis: Mahasiswa Universitas Wiraraja Madura, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Administrasi Publik'20 A
>

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.