Pemprov Keruk SDA, Sumenep Kehilangan Miliaran Rupiah Dari Blok Maleo

Avatar of PortalMadura.com

SUMENEP (PortalMadura) – Anggota DPR RI Dapil XI Madura, Achsanul Qasasi menyayangkan sikap Pemprov Jawa Timur yang mengabaikan dan tidak kunjung merealisasikan putusan MA soal lokasi Blok Maleo yang dimenangkan Pemerintah Kabupaten Sumenep.

“Kita masih punya tagihan kepada Pemprov Jatim, yang menjadi hak masyarakat Sumenep. Pemprov Jatim belum menyelesaikan komitmennya, kalau Blok Maleo itu adalah bagian dari Madura. Sejatinya dikembalikan hak itu ke masyarakat Madura,” tegas Achsanul Qasasi, Selasa (4/3/2014).

Sejak tahun 2007 hingga 2014, masyarakat Kabupaten Sumenep dirugikan dengan sikap Pemerintah Jawa Timur yang ‘mencaplok’ Blok Maleo untuk dikeruk kekayaan migasnya. Blok Maleo merupakan lapangan minyak dan gas (migas) yang dikelola oleh PT Santos Madura Offshore Pty Ltd. Kerugian yang dialami Sumenep mencapai ratusan miliar.

Politisi Partai Demokrat ini menilai sangat tidak rasional jika putusan MA tidak kunjung dijalankan oleh Pemrpov Jatim. Padahal, Madura merupakan daerah terbesar dalam menyumbangkan migasnya pada negara.

“Dari data yang ada, 2 miliar MMscfd kebutuhan gas bumi secara nasional, 500 jutanya untuk per tahun disuplai oleh Madura. Sedangkan tiga perempatnya, disuplai daerah lain,” terangnya.

Achsanul kelahiran Sumenep ini berharap pemerintah daerah dan legislatife lebih tegas dalam memperjuangkan hak perolehan Migas yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

“Jika semua hak perolehan Migas sudah terpenuhi sesuai aturan. Madura bisa survive dan masyarakatnya akan sejahtera melalui Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki dibidang Migas,” tandasnya.

Catatan Redaksi PortalMadura, potensi migas yang belum masuk ke APBD Sumenep yakni dari Blok Maleo (Perairan Pulau Giligenting), menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan peraturan dalam negeri nomor 8/2007 tentang daerah penghasil migas. Di mana Blok Maleo ditetapkan menjadi hak masyarakat Sumenep.

Pemerintah Kabupaten Sumenep, diprediksi kehilangan bagi hasil migas dari Blok Maleo itu mencapai Rp 100 miliar per tahun. Kasus ini mencuat karena menurut Permendagri wilayah Blok Maleo berjarak 5,7 mil lepas pantai, sehingga menjadi hak Pemerintah Provinsi Ja-Tim. Setelah diukur ulang ternyata hanya 4 mil.

Sayangnya, putusan MA sudah turun sejak 2008, namun salinannya baru diterima oleh pemerintah daerah sekitar bulan Maret 2010. Dan sampai saat ini, tidak dilakukan eksekusi atas kasus tersebut.

Berdasarkan Undang-undang No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DBH minyak bumi untuk daerah sebesar 15,5% dan pemerintah pusat sebesar 84,5%. Sedangkan DBH Gas Bumi untuk pemerintah daerah 30,5% dan pemerintah pusat 69,5%.

Untuk DBH minyak bumi yang diterima pemerintah daerah sebesar 15,5% itu, terdiri dari 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan, dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (SD).

Sedangkan dana bagi hasil gas bumi yang diterima pemerintah daerah sebesar 30,5% tersebut, sebesar 6% dibagikan ke provinsi bersangkutan, 12% untuk kabupaten/kota penghasil, 12% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (SD).(nit/htn)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.