Peringatan Hari Jadi Sumenep Dinilai Tak Mampu Tekan Kemiskinan

Avatar of PortalMadura.com
Peringatan Hari Jadi Sumenep Dinilai Tak Mampu Tekan Kemiskinan
dok. Simpang 4 jantung kota Kabupaten Sumenep (Istimewa)

PortalMadura.Com, – Hari Jadi Kabupaten Sumenep, Madura, diperingati setiap tanggal 31 Oktober. Pada tahun 2022 ini, sudah memasuki usianya yang ke-753.

Sejumlah event, kabarnya sudah digelar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep dan sejumlah lembaga lainnya. Sayangnya, itu dinilai tidak mampu menekan jumlah warga miskin.

“Sumenep yang lebih tua dari Majapahit, ya setidaknya sudah berkembang la, tapi di satu sisi tingkat kemiskinan kita luar biasa,” ujar salah seorang budayawan Sumenep, Ibnu Hajar, pada PortalMadura.Com, Rabu (5/10/2022) sore.

“Apakah pemimpinnya tidak cerdas atau masyarakatnya yang tidak siap untuk membangun dukungan dan motivasi terhadap berokrasi yang membangun?,” sambungnya dengan nada tanya sinis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bertambah 153,63 ribu jiwa menjadi 4,57 juta jiwa pada Maret 2021 dibanding Maret 2020. Angka kemiskinan meningkat menjadi 11,4% pada Maret 2021 dibanding sebelumnya 11,09%.

Tiga kabupaten di Pulau Madura menjadi kantong kemiskinan di Provinsi Jatim, Kabupaten Sumenep dengan angka kemiskinan 20,51% berada diperingkat ketiga setelah Sampang dan Bangkalan.[databoks.katadata.co.id].

Ibnu Hajar hanya bisa menyampaikan, “Semoga Hari Jadi Sumenep itu tidak sekedar hari jadi-jadian. Yang saya maksud, hanya seremonial. Hari ini dan esok sama saja dan tidak ada geliat inovasi,” katanya.

Menurut dia, pasca reformasi dan otonomi daerah digulirkan, seharusnya daerah mampu mengeksplotaisi dan improvisasi, bagaimana daerah bisa maju dan berkembang. Dan Sumenep bagaimana? Ya itu,” ujarnya penuh tanda tanya.

Agar tidak hanya mengejar seremonial, pihaknya menawarkan solusi bahwa para pemimpin itu harus mampu menggali nilai-nilai budaya luhur atau kearifan lokal. Masyarakat Madura, kata dia, memiliki banyak potensi dan kearifan lokal.

“Para pemimpin kita, saya pikir sudah cerdas kalau soal itu [kearifan lokal],” ucapnya.

Ia juga menyinggung soal para pemimpin Sumenep yang harus bersikap menjadi abdi dan pelayan masyarakat. Begitu juga sebaliknya, masyarat bisa mendorong daerahnya agar terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur [negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya].

Hal tersebut, kata dia, setidaknya dilakukan para pihak yang dimulai dari seorang pemimpin melalui gerakan retrospeksi diri [pandang balik] pada saat memperingati Hari Jadi Sumenep ke-753 tahun 2022.

“Gerakan retrospeksi yang kita harus lakukan itu, misalnya, kita sudah tiga kali punya negara. Pertama, Sriwijaya dan kedua Majapahit. Keduanya runtuh karena tidak mampu menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak menjaga dinamika kultur masyarakatnya,” terangnya.

Negara ketiga, kata dia, Indonesia. Pihaknya mengingatkan, lahirnya Indonesia juga tidak lepas dari salah satu ide cemerlang pemimpin Sumenep, Arya Wiraraja. “Ini bantuan [Arya Wiraraja] yang tidak bisa kita lupakan,” katanya.

Bahkan, pihaknya menyebut tanpa Sumenep tidak akan ada Indonesia karena Majapahit itu lahir setelah ada ide cemerlang dari ahli strategi perang, Arya Wiraraja yang ditata dan dilakukan dari Sumenep.

“Itu salah satu retrospeksi yang saya maksud, kenapa negara-negara itu hancur dan tidak berkembang, bahkan banyak kota-kota terbelakang dan miskin,” pungkasnya.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.