PortalMadura.Com – Di dunia ini tak ada yang namanya pernikahan yang sempurna. Pernikahan adalah hubungan yang seringkali penuh rintangan yang membutuhkan komitmen dari kedua belah pihak untuk bisa melewatinya dengan baik. Pasangan yang paling akur pun takkan luput dari pertengkaran.
Setiap pasangan pernah menghadapi konflik dan punya masalah spesifik yang bisa jadi berlainan satu sama lain. Begitu juga dengan pasangan yang berasal dari dua budaya berbeda.
Frantisek Cihlar, mengatakan bahwa setiap pasangan menghadapi masalah yang berbeda. Walaupun begitu bisa saya katakan ada beberapa topik umum yang harus dihadapi sebagian besar pasangan. Apa saja masalah pernikahan yang kerap dihadapi pasangan beda budaya? Berikut ini beberapa di antaranya.
Kendala bahasa
Hambatan pertama yang harus dihadapi dalam pernikahan beda bangsa adalah bahasa yang berbeda. Komunikasi bakal terasa lebih seret saat pasangan tengah adu argumen. Pasalnya orang cenderung lebih nyaman menggunakan bahasa ibu dalam kondisi apapun.
Bahkan, kendala bahasa juga bisa menyulitkan saat kunjungan keluarga. Terutama jika tak ada satupun anggota keluarga yang bisa berkomunikasi dalam bahasa yang sama dengan pasangan.
Masalah dengan pihak imigrasi
Semua pasangan tentunya berharap agar prosedur yang harus dilalui untuk menjadikan pernikahan mereka diakui kedua negara berjalan mulus. Namun dalam sebagian besar kasus pasti ada kendala yang ditemui saat berurusan dengan pihak yang berwenang dalam masalah birokrasi ini.
Persepsi yang berbeda mengenai pernikahan
Tergantung pada negara asal dan jenis kelamin, biasanya kedua belah pihak dalam pernikahan beda budaya memiliki cara yang berbeda dalam memandang pernikahan. Pasangan yang sudah menyamakan visi misi pun pada kenyataannya masih sering mengalami perbedaan pendapat dalam detail-detail kecil yang berkaitan dengan persepsi mereka tentang pernikahan. Biasanya salah satu cenderung lebih santai, sementara pasangannya cenderung lebih konservatif.
Perbedaan pandangan mengenai agama
Masalah yang satu ini juga hampir sama dengan pandangan mengenai pernikahan yang sudah dibahas sebelumnya. Meskipun keyakinan sudah disamakan, tak berarti masalah agama sudah beres. Tentunya masih ada printilan mengenai kebiasaan beribadah, ritual, atau nilai yang digunakan dalam menyikapi suatu masalah.
Komunitas eksklusif
Seorang ekspatriat yang sudah menikah dengan warga lokal pun biasanya tetap lebih nyaman bergaul dengan orang-orang dari negaranya sendiri. Komunitas yang eksklusif ini bisa membuat upayanya untuk berbaur dengan budaya pasangan lebih sulit.
Harapan dalam hidup yang berbeda
Perbedaan budaya dalam pernikahan bisa berujung pada harapan yang berbeda mengenai kehidupan secara umum. Masalah ini bisa menjadi semakin serius pada pasangan yang berasal dari ras dan benua yang berbeda. Pasalnya nilai-nilai yang diterima sejak kecil pun kemungkinan semakin besar bedanya.
Hubungan dengan keluarga dan teman
Kadang hubungan dengan keluarga pasangan berjalan dengan cukup mulus, kadang juga bisa terasa menyesakkan. Kadang anggota keluarga cenderung ikut campur dalam pernikahan pasangan. Sementara yang lainnya bisa saja menganggap perilaku seperti ini melanggar privasi pasangan.
Agar masalah-masalah di atas bisa diatasi, kuncinya adalah tetap menjaga komunikasi dan pikiran terbuka. Empati, rasa percaya, dan fleksibilitas juga penting untuk menjaga agar masalah-masalah di atas tidak sampai mengganggu keseimbangan di dalam pernikahan.(merdeka.com/Nurul)