Tangisan di malam kelabu
Jeritan minta tolong yang bising
Dentuman keras mengeluarkan gas
Asap pekat telah menelan ratusan jiwa
Mataku pedih, dadaku sesak
Perlahan tubuhku tersungkur
Tergeletak tak berdaya dan terinjak-injak
Terjebak dalam sorak sorai kerumunan
Entah di mana jalan keluar
Pamit menonton sepak bola
Pulang sudah tak bernyawa
Pamit dengan kostum biru
Namun yang datang malah tubuh yang membiru
Isak tangis ratusan ibu kehilangan anaknya
Nasib duka sudah tercatat dalam takdir-Nya
Satu Oktober dua ribu dua puluh dua
Negeri ini berduka
Tercatat dalam sejarah sepak bola
Sebagai luka paling menganga dan berdarah
Ribuan bunga dihujani air mata
Doa bersama digelar di mana-mana
Memantik beribu lilin
Mengenang kanjuruhan
*Pengirim : Luh Putu Ema Noviyanti (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang).