PTUN Perintahkan Rasidi Dilantik, Kuasa Hukum Ghazali: Bupati Sumenep Tidak Bisa Melakukan Itu

Avatar of PortalMadura.com
PTUN Perintahkan Rasidi Dilantik, Kuasa Hukum Ghazali: Bupati Sumenep Tidak Bisa Melakukan Itu
Mohammad Siddik, SH

PortalMadura.Com, – Babak baru pada kasus hukum pemilihan kepala desa (Pilkades) Serentak 2019, khususnya Pilkades Matanair, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Pada salinan putusan nomor: 79 PK/TUN/2021, tanggal 18 November 2021, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya memerintahkan Bupati Sumenep (sebagai tergugat) untuk melantik Ahmad Rasidi (selaku penggugat) sebagai Kepala Desa Matanair.

Putusan tersebut dituangkan pada poin ke-4 yang isinya, “Mewajibkan tergugat (Bupati Sumenep) agar menerbitkan keputusan baru yang isinya berupa mengangkat dan melantik penggugat (Ahmad Rasidi) sebagai Kepala Desa Matanair, Kecamatan Rubaru Sumenep, periode 2019-2025“.

Sementara Mohammad Siddik, SH, kuasa hukum dari Ghazali (non aktif Kades Matanair) menegaskan, Bupati Sumenep sudah melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Buktinya, sudah mencabut SK pelantikan atas kliennya (Ghazali).

“Buktinya sudah ada Pj desa. Kalau untuk melantik Ahmad Rasidi, Bupati Sumenep tidak bisa melakukan itu,” tegas Mohammad Siddik dalam wawancara eksklusif dengan PortalMadura.Com, Rabu (24/11/2021).

Bupati Sumenep, kata dia, tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Menurutnya, jabatan seorang bupati dengan pengadilan sejajar. “Hanya kewenangannya tentu berbeda,” ujarnya.

Namun, pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan tersebut. Dan mengakui bahwa setiap warga negara wajib patuh. “Tetapi, yang bagaimana dulu?. putusan pengadilan memang perintah dan wajib dilaksanan, namun bila tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang di atasnya,” tandasnya.

Yang perlu digarisbawahi, kata dia, substansi gugatan Ahmad Rasidi yakni pada SK pelantikan kepala desa, tetapi pertimbangan hukumnya justru pada ijazah. “Padahal, gugatan soal ijazah sudah diuji oleh pengadilan yang sama (PTUN) dan dinyatakan legal (sah),” terangnya.

Alasan lain kenapa bupati tidak bisa melakukan (melantik Ahmad Rasidi)?, yakni siapa yang mengusulkan/ mengajukan orang yang akan dilantik. “Kan tidak bisa melantik (orang) tanpa ada usulan. Seharusnya, diusulkan oleh BPD atas hasil suara pilkades terbanyak yang direkomendasi oleh panitia pilkades,” katanya.

Fakta di lapangan, kata dia, kliennya adalah calon kepala desa yang meraih suara terbanyak dan sudah dilantik. Namun, karena ada perintah pengadilan, maka dinonaktifkan (SK pelantikan dicabut). “Bupati sudah melaksanakan perintah pengadilan (cabut SK). Padahal klien saya, meraup kemenangan pada pilkades 2019 lebih dari 200 lembar suara,” urainya.

“Jadi, klien saya ini (Ghazali) menjadi korban dari putusan hakim,” tandasnya.

Tonton Juga wawancara eksklusif PortalMadura.Com dengan Mohammad Siddik, SH, kuasa hukum dari Ghazali berikut ini;

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.