Ritual Sumpah Pocong Bagi Dua Warga Sampang, Ini Penyebabnya

Avatar of PortalMadura.Com
Ritual Sumpah Pocong Bagi Dua Warga Sampang, Ini Penyebabnya
Ritual sumpah pocong di Masjid Madegan Sampang. (Foto : Rafi)

PortalMadura.Com, – Dua warga Desa Pangereman, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur menjalani ritual .

Keduanya, Bapak Sumai (59) dan Punirah (40) tetangga dekat. Prosesi sumpah pocong itu berlangsung di Masjid Madegan, Kelurahan Polagan, Kecamatan/Kota Sampang, Rabu (9/1/2019).

Layaknya pocong, ia dibungkus dengan kain putih yang biasa digunakan untuk mengkafani jenazah. Mereka disumpah dan diberi kitab Suci Alquran di atasnya.

Sumpah pocong dilakukan atas tuduhan Punirah kepada Pak Sumai yang diyakini memiliki ilmu hitam atau santet. Orang yang menuduh dan yang tertuduh harus sama-sama menjalani sumpah pocong.

Punirah menduga kematian istrinya, Suriyah pada Rabu 9 Januari 2019 sekitar pukul 04:00 WIB akibat ilmu santet.

Dugaan itu berawal dari Punirah yang bermimpi kedatangan Sumai dengan mengantarkan sesuatu terhadap istrinya.

“Jelang beberapa hari, istri saya mengalami sakit perut dan membesar. Setelah diperiksa ke dokter, tidak ditemukan jenis penyakitnya,” ujar Punirah,

Kepala Desa Pangereman, Bonisan membenarkan jika isu santet yang beredar di kalangan masyarakat sekitar salalu mengarah terhadap Sumai, utamanya saat ada warga sakit tak wajar.

Supaya tidak ada kecemburuan sosial dan konflik berdarah, Bonisan bertindak membawa keduanya ke tempat prosesi sumpah pocong guna menyelesaikan masalah.

“Maka saya membawa Pak Sumai dan Punirah untuk disompah pocong. Sisi lain, supaya Desa Pangereman benar-benar bersih dari isu santet,” ungkapnya.

Sementara, Ketua Takmir Masjid Madegan Sampang, KH. Hasin menyampaikan, tradisi sumpah pocong terhadap isu santet dapat berdampak jatuh sakit sampai meninggal dunia bagi yang terbukti bersalah.

“Jika salah satu diantara keduanya yang sudah menjalani sumpah pocong betul-betul salah, maka berakibat sakit hingga meninggal dunia,” katanya.

Menurutnya, pengalaman zaman dahulu bagi orang yang mengikuti prosesi sumpah pocong dan terbukti bersalah, terkadang langsung meninggal dunia di tempat serta menunggu sampai satu bulan kemudian.

Pantauan PortalMadura.Com di lapangan, seusai sumpah pocong, Sumai dan Punirah melanjutkan ritual dengan mengelilingi pohon sawu yang ditaruh dalam kaca dan melompati ayam hitam sebanyak tujuh kali.

“Pohon sawu itu, ada orang tapanya sampai sekarang. Sedangkan ayam menjadi syarat,” pungkas KH. Hasin.(Rafi/Hartono)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.