Sampah Plastik di Asia Merusak Tanaman dan Kesehatan

Avatar of PortalMadura.com
Sampah plastik di Asia merusak tanaman dan kesehatan
Ilustrasi: Sampah plastik memenuhi pinggir sungai. (Foto file - Anadolu Agency)

PortalMadura.Com, Jakarta – Plastik-plastik daur ulang di dunia dikirimkan ke Asia untuk dibuang, dikubur atau dibakar secara ilegal di Negara dengan aturan limbah yang ringan, ujar para aktivis lingkungan seraya menyerukan transparansi perdagangan limbah global, Selasa.

Dimuat oleh New Straits Times, sebuah laporan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) dan Greenpeace East Asia menyebutkan bahwa impor limbah plastik ke Thailand, Malaysia dan Vietnam melonjak dari pertengahan 2017 hingga awal 2018. dilaporkan Anadolu Agency, Selasa (23/4/2019).

Kegiatan ini mengarah pada operasi ilegal pembuangan dan pembakaran terbuka yang mencemari pasokan air, membunuh tanaman dan menyebabkan penyakit pernapasan.

Laporan tersebut diterbitkan setelah kedua lembaga itu menganalisis 21 eksportir dan importir teratas limbah plastik daur ulang dari 2016 hingga 2018 – sebelum dan sesudah China berhenti mengambil limbah tersebut Tahun lalu.

“Untuk (Negara-negara) dunia pertama, itu membuat mereka senang, karena limbah yang seharusnya didaur ulang pada kenyataannya ditampung di Negara-negara yang tidak dapat menangani limbah,” kata Beau Baconguis, seorang juru kampanye plastik di GAIA di Manila.

“Jadi polusi menuju selatan ke Negara-negara yang tidak memiliki kapasitas itu,” kata dia.

Polusi dan kerusakan lingkungan yang terkait dengan peningkatan limbah plastik marak terjadi di Malaysia dan Thailand selama 2018.

Kemudian, protes Masyarakat membuat peraturan limbah lebih ketat dan impor dibatasi oleh pihak berwenang, ujar penelitian tersebut.

Limbah plastik dalam volume yang besar kemudian beralih ke Indonesia dan India yang memiliki aturan perdagangan limbah lebih lunak, ujar penelitian tersebut

“Begitu satu Negara mengatur impor limbah plastik, limbah berikutnya akan membanjiri Negara lain yang tidak memiliki aturan tersebut,” kata Kate Lin, juru kampanye berbasis di Greenpeace Asia Timur yang berbasis di Hong Kong.

China adalah importir utama limbah plastik hingga Negara itu melarangnya pada awal 2018 setelah serangkaian skandal.

Kebijakan itu mengganggu aliran lebih dari 7 juta ton potongan plastik per Tahun, senilai sekitar USD3,7 miliar.

Eksportir utama limbah plastik adalah Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Jepang.

Anggota Konvensi Basel, perjanjian dunia tentang perpindahan limbah berbahaya lintas batas, akan bertemu di Jenewa pada 29 April.

Mereka akan memutuskan proposal dari Norwegia untuk menciptakan transparansi yang lebih besar dalam perdagangan limbah plastik.

Jika disetujui, eksportir limbah plastik diharuskan meminta persetujuan Negara pengimpor, dan memberikan informasi lebih rinci tentang volume dan jenis limbah.

Lin menyambut proposal tersebut tetapi mendesak perusahaan barang-barang konsumen untuk mengurangi plastik sekali pakai yang mereka hasilkan.

“Ini adalah langkah yang bagus tapi jelas bukan solusi akhir,” kata Lin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.