PortalMadura.Com, Sumenep – PWNU Jawa Timur menggelar Simposium Peradaban NU dalam rangka merayakan hari lahir (Harlah) ke-99, menyongsong usia satu abad dan meneguhkan komitmen “merawat jagat, membangun peradaban”.
Acara itu dihadiri Ketua Umum (Ketum) PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, berlangsung di Pendopo Keraton Sumenep, Sabtu (5/3/2022).
Bupati Sumenep Achmad Fauzi mengenalkan beragam budaya, bahasa dan suku yang ada di Kabupaten Sumenep.
Selain Madura, Sumenep memiliki suku atau etnis Mandar, Bajo, Bugis, Arab, dan Tionghoa. “Bahkan masyarakat Sumenep juga ada yang pakai bahasa Bajo, seperti di wilayah kepulauan Sapeken,” katanya.
Keberagaman yang dimiliki Sumenep menjadi kebanggaan tersendiri, karena semua menjunjung toleransi yang kuat. “Hidup berdampingan dengan damai,” ujarnya.
Sumenep memiliki 27 kecamatan. Di antaranya, 9 di kepulauan dan 18 kecamatan di daratan. Sumenep sudah memasuki usia yang ke-752 tahun sejak didirikan oleh Arya Wiraraja, 31 Oktober 1269. Sumenep sudah dipimpin 35 raja dan 16 bupati.
Menurutnya, Sumenep tetap berdiri kokoh di ujung timur pulau Madura dari rasa kebangsaan dan nasionalisme. Ditambah lagi dengan kerukunan antar umat beragama yang telah terbukti sejak ratusan tahun silam.
“Salah satu buktinya, tempat peribadatan kelenteng, gereja, dan masjid tetap rukun berdampingan,” katanya.
Masyarakat Sumenep, kata dia, memiliki falsafah hidup “bâpa' bâbhu' ghuru rato” (Bapak Ibu Guru dan Raja) yang merupakan komponen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Orang tua sebagai representasi institusi keluarga, ulama dan kiai sebagai representasi dunia-ukrawi, dan pemimpin formal sebagai wujud duniawi,” tandasnya.(*)