Sulitnya Mengembangkan Keuangan Syariah di Negara Muslim Terbesar

Avatar of PortalMadura.com
Sulitnya mengembangkan keuangan syariah di negara muslim terbesar
Ilustrasi: Industri keuangan. (Foto file - Anadolu Agency)

PortalMadura.Com, – Dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) hingga Tahun ini berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp35,8 triliun.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dana itu terbilang kecil, hanya sekitar 7 persen dari total industri dana kelolaan reksa dana. Jumlah produknya pun hanya 134 unit, jumlah yang kecil dibanding dengan sekitar 2.500 produk reksa dana konvensional.

Di tingkat global, dana kelolaan reksa dana syariah di Indonesia setara dengan USD2 miliar, atau hanya menempati posisi ketiga di dunia.

Angka ini jauh di bawah Malaysia yang sudah mengelola reksa dana syariah sebesar USD28,4 miliar pada 2017 meski hanya dengan jumlah penduduk muslim sekitar 31 juta jiwa.

Deputi Direktur Pasar Modal Syariah OJK Muhammad Thoriq mengatakan salah satu sebab rendahnya kelolaan reksa dana syariah karena literasi Masyarakat terhadap keuangan dan pasar modal yang masih rendah.

Menurut dia dari hasil survei OJK, memang sudah ada 67,8 persen masyarakat menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7 persen yang paham literasi keuangan.

Sedangkan literasi keuangan di sektor pasar modal hanya 4,4 persen. Sedangkan untuk literasi produk persentasenya malah jauh lebih rendah lagi.

“Tingkat literasi syariah angkanya baru 0,02 persen. Jadi kalau kita kumpulkan 1.000 orang maka yang tahu syariah itu hanya 2 orang,” ujar Thoriq, dalam peluncuran reksa dana syariah oleh Tokopedia, Bareksa dan Mandiri Manajemen Investasi (MMI), Kamis lalu, di Jakarta.

Menurut Thoriq, ini terjadi karena produk reksa dana syariah lebih komplek. Ada banyak komponen yang harus dimengerti oleh masyarakat dibanding produk keuangan konvensional.

“Jadi memang lebih rumit.”

Menurut OJK, rendahnya literasi ini disebabkan beberapa faktor seperti akses terhadap informasi dalam layanan jasa keuangan yang kurang menjangkau masyarakat, khususnya di luar Pulau Jawa.

Selain itu juga soal pemasaran yang kurang menjangkau wilayah di luar Pulau Jawa.

Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada mengatakan sosialisasi memang problem mendasar dalam industri keuangan syariah.

Muslim di Indonesia belum memahami urusan muamalah dalam bidang ekonomi ini.

Dia mencontohkan, jarang ada ulama yang berbicara di depan masyarakat tentang pengembangan ekonomi umat atau sejarah Nabi Muhammad berbisnis dan mengambil keuntungan.

“Padahal basis ekonomi syariah adalah praktik Nabi Muhammad dalam berbisnis. Ini yang kurang disosialisasikan,” ujar dia.

Selain itu, secara bisnis produk keuangan syariah memang masih tidak kompetitif dibandingkan produk konvensional.

“Namun hal ini tidak akan menjadi masalah jika pemahaman tentang prinsip keuangan syariah telah dipahami masyarakat,” ujar Reza.

“Tidak apa-apa kurang kompetitif, tapi yang penting tidak riba dan berkah.”

Meski terbilang kecil, sebenarnya industri reksadana syariah di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat signifikan, ujar Thoriq.

Lima tahun lalu reksa dana syariah baru sekitar Rp 10 triliun – Rp 11 triliun. Jika sekarang asetnya mencapai Rp 35 triliun, berarti sudah ada kenaikan tiga kali lipat.

Jumlah investor juga naik signifikan, dari sekitar 102.000 menjadi hampir 1,3 juta investor.

Perkembangan ini, menurut Thoriq bisa terus berlangsung karena jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 226 juta orang.

“Kita ambil 50 persennya saja populasi muslim kita ke syariah, sudah besar pangsa syariahnya,” kata Thoriq.

Kata Thoriq, OJK sudah menyiapkan roadmap untuk meningkatkan inklusi produk syariah. Pertama, mereka akan menciptakan pasar permintaan dan penawaran produk syariah.

Caranya dengan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, manajer investasi dan penerbit sukuk Negara untuk mengeluarkan regulasi yang mendukung pengembangan produk syariah.

“Termasuk bersinergi dengan penyedia platform penjualan produk syariah,” ujar Thoriq.

Langkah kedua adalah mengembangkan sumber daya manusia dalam industri keuangan syariah. Ini untuk meluaskan literasi masyarakat tentang produk keuangan, terutama industri keuangan syariah.

“Yang terakhir itu campaign, promosi. Karena kita ini punya produk bagus, tapi orang-orang enggak tahu,” imbuh dia.

Menurut dia langkah yang dilakukan oleh e-commerce Tokopedia meluncurkan produk finansial berupa reksadana syariah merupakan terobosan untuk mempercepat inklusi produk keuangan syariah di tengah masyarakat, karena pada dasarnya minat Masyarakat pada produk ini sangat besar.

“Kalau produk reksa dana masuk platform digital maka bisa akses semua. Kalau ada fitur edukasi maka akan membantu,” ujar dia.

Teori ini terbukti benar. AVP of Fintech Tokopedia Samuel Sentana sejak melakukan soft launching untuk fitur ini minggu lalu peminatnya sangat besar, lebih banyak dari produk konvensional. dilaporkan Anadolu Agency, Minggu (12/5/2019).

Investornya pun dari berbagai kalangan, bukan saja dari generasi milenial, tetapi juga wirausahawan hingga ibu rumah tangga.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.