PortalMadura.Com, Sumenep – Tradisi “Tan Pangantanan” merupakan permainan yang sangat menyenangkan. Umumnya dilakukan anak-anak Madura setelah selesai membantu panen di sawah.
Mereka berkumpul dan secara spontan membentuk kelompok perempuan dan kelompok besan laki-laki. Kedua kelompok kemudian berlomba untuk menghias pengantin jagoannya di tempat yang berbeda. Hal ini nyaris tidak ditemukan lagi bagi anak-anak Madura.
PortalMadura.Com melansir semenatara.blogspot.com, bahwa hiasan yang dipakai oleh sepasang pengantin anak-anak ini, sangat sederhana, terdiri dari kain panjang yang dililitkan ke tubuh masing-masing pengantin sebatas dada.
Sedangkan tata rias memakai lulur yang dibuat dari beras dan kunyit dan dibalurkan ke seluruh tubuh dan wajah pengantin, sehingga tampak bagian tubuh yang diluluri berwarna kuning.
Untuk mempercantik penampilan, kepala di pasang sebuah mahkota yang di buat dari rangkaian daun nangka dan bunga melati.
Aksesoris pengantin lainnya, berupa daun melati dikalungkan serta dilengkapi pula sumping daun kamboja dan gelang kaki serta pelengkap bawaan yang di bawa oleh pengiring, mirip seperti adat pengantin Madura. Kemudian di arak keliling kampung dan mampu menyedot perhatian warga dewasa.
Dalam perkembangannya, pakaian maupun aksesoris pengantin memakai serba modern. Dan sepanjang perjalanan, mereka melantunkan syair, Dhe’ Nong Dhe’ Nang. Syair ini diperkirakan dicipta sekitar tahun 1574 Masehi.(*)