Warga Gili Raja Merasa Diperas Pengelola PLTD

Avatar of PortalMadura.com

SUMENEP (PortalMadura) – Selama ini, masyarakat pulau hanya menjadi sapi perahan pengelola/pemilik Pembangkit Tenaga Diesel (PLTD) saat menggunakan aliran listrik sebagai alat penerangan dalam rumah tangganya. Masyarakat Gili Raja yang hanya mengandalkan pasokan listrik dari PLTD itu, di bebani biaya yang cukup mahal pada setiap bulannya.

Dalam satu rumah tangga, beban bayar listrik mencapai Rp 270 ribu hingga Rp 300 ribu perbulan. Harga tersebut sudah diluar batas kewajaran bagi warga setempat, yang notabene berpenghasilan menengah kebawah. Bagi warga yang menggunakan pesawat Televisi (TV), perbulannya dikenakan tarif Rp 90 ribu, sementara untuk lampu penerangan ukuran 5 watt, warga di bebani biaya Rp 25 ribu perbulan.

“25 ribu perbulan, itu untuk satu lampu ukuran 5 watt, itu pun bagi masyarakat yang menggunakan meter. Sementara bagi warga yang tidak menggunakan meter dikenakan biaya Rp 27 ribu perbulan. Padahal tiap kepala keluarga (KK) tidak hanya menggunakan satu lampu saja, ada yang menggunakan lampu penerangan  3-4 lampu, sehingga biaya perbulannya mencapai hampir Rp 300 ribu,” kata Ahmad (40), warga Gili Raja.

Ia menambahkan, di pulau Gili Raja terdapat dua pengelola PLTD yang sistem pengelolaannya tidak jauh beda. Harga persatu lampunya di bandrol Rp 24 – 26 ribu. Padahal dua PLTD yang ada di pulau itu dibutuhkan warga di 4 desa, yakni, Desa Jate, Banbaru, Lombang dan Banmaleng.

Sementara Jumlah penduduk yang ada di empat desa pulau Gili Raja, berjumlah sekitar 3500 KK, penduduk yang memamfaatkan aliran listrik dari PLTD, ditaksir mencapai 2500 KK. Sedangkan seribu KK sisanya, tergolong warga yang tidak mampu, dan menggunakan penerangan dari lampu teplok, yang dibuat dari bekas kaleng cat dan diberi sumbu.

Aliran listrik dari PLTD terhadap warga Gili Raja itu, mulai menyala dari pukul 18.00 Wib, dan listrik mulai dimatikan oleh pihak pengelola, tepat pukul 05.00 Wib. Sementara masyarakat dibebani bayaran, tiap satu lampu penerangan ukuran 5 watt, dikenakan biaya Rp 25-27 ribu perbulan. Sedangkan bagi warga yang menggunakan pesawat Televisi (TV), dikenakan biaya Rp 90 ribu perbulan.

“Kami tidak mendapat penerangan semalam suntuk, PLTD baru menyala sekitar Pukul 18.00 Wib dan mati sekitar pukul 05.00 Wib, listrik hanya sekitar sepuluh jam menyala,” ungkap Muhammad (50).

Sementara, pihak manajemen menerapkan kebijakan, bila ada pelanggan yang telat membayar uang bulanannya, langsung memberikan denda. Bagi yang terlambat satu hari akan dikenakan denda Rp 5 ribu, dan jika ada yang sampai terlambat 10 hari, maka pengelola PLTD akan memberikan tindakan tegas berupa pemutusan sementara.

Giliran PLTD yang tidak menyala, meskipun sampai 2 atau 3 hari, tidak ada potongan bayaraan sepeserpun, sehingga dengan kejadian itu, warga Gili Raja, merasa jadi sapi perahan pemilik PLTD, dan mereka berharap pada pemerintah, agar secepatnya memasok aliran listrik ke pulau Gili Raja.(udien/htn).

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.