28 Penyu Mati Akibat Limbah Cair dari PLTU Teluk Sepang

Avatar of PortalMadura.com
28 Penyu Mati Akibat Limbah Cair dari PLTU Teluk Sepang
Penyu yang mati terdampar di Pantai Teluk Sepang (Foto: Dok. Kanopi Hijau Indonesia)

PortalMadura.Com – Lembaga swadaya masyarakat Kanopi Hijau Indonesia melaporkan adanya kematian 28 yang merupakan spesies dilindungi di pantai Bengkulu.

Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu mengatakan kematian penyu ke 28 terjadi pada 18 Januari lalu yang ditemukan oleh pemancing setempat karena penyu terdampar di pantai Berkas.

Olan mengatakan, berdasarkan catatan Kanopi Hijau Indonesia (Kanopi Bengkulu), kematian penyu pertama terekam pada 10 November 2019 dengan dua ditemukan dalam radius 50 meter dari saluran air bahang.

Dia menjelaskan ada kaitan antara kematian penyu dengan aktivitas pada PLTU Teluk Sepang karena sebelum kejadian puluhan bangkai penyu terdampar di sekitar Pantai Teluk Sepang, PLTU batu bara melakukan dua kali uji coba yakni 19-26 September 2019 dan pada 8-15 Oktober 2019.

“Pada tahap uji coba ini, ditemukan buih berwarna kecokelatan dan berbau menyengat yang keluar dari saluran pembuangan tersebut,” jelas Olan dalam keterangan resmi, Rabu.

Olan menambahkan setelah uji coba tersebut, bangkai penyu mulai terdampar di Pantai Teluk Sepang, diawali penemuan dua ekor bangkai penyu pada 10 November 2019 oleh warga setempat.

“Mirisnya, hingga kasus kematian penyu ke-28 yang terjadi tiga bulan sejak kematian penyu pertama kali ditemukan, belum ada pihak yang mampu mengungkap penyebab kematian satwa dilindungi ini,” kata dia.

Olan mengatakan, penyu adalah spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/menlhk/setjen/Kum.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Dia melanjutkan bahwa berdasarkan pertemuan yang diinisiasi oleh BKSDA tanggal 13 Januari 2020, lembaga tersebut menyatakan akan membentuk tim investigasi setelah hasil uji laboratorium keluar. Namun, hingga kini hasil uji laboratorium belum keluar.

“Dalam pertemuan tersebut juga terungkap dari pernyataan Zainubi selaku Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran yang menyatakan bahwa pembuangan limbah PLTU belum memiliki izin karena belum beroperasi,” ungkap Olan.

Dia mengatakan berdasarkan keterangan Zainubi, izin diurus setelah 3 bulan PLTU operasi uji coba dan jika selama 3 bulan tidak melebihi baku mutu maka izin pembuangan limbah akan diterbitkan.

“Pernyataan Zainubi ini mengkonfirmasi fakta bahwa sejak 19 September 2019 (masa uji coba) hingga saat ini, pembuangan limbah cair PLTU ke laut adalah ilegal atau tidak memiliki izin,” tegas Olan.

Dia mengatakan bahwa tindakan PLTU batu bara ini telah melanggar Peraturan Permen LH No 8 Tahun 2009, Kepmen LH No 51 Tahun 2004 dan Permen LH No 12 Tahun 2006 tentang persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut.

Dalam peraturan ini tidak ada memuat tentang percobaan buang limbah air bahang ke laut untuk mengetahui terlampaui atau tidaknya baku mutu.

Berdasarkan hal tersebut, Olan mengatakan Kanopi menyampaikan tiga poin tuntutan antara lain mendesak BKSDA mengungkap dan mengusut kematian 28 ekor penyu di Pantai Bengkulu.

Selain itu, dia juga mendesak Gubernur Bengkulu mencabut izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang serta mendesak kepolisian memproses pelanggaran hukum atas pembuangan limbah cair PLTU batu bara Teluk Sepang.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.