6 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Berangkat Salat Id

Avatar of PortalMadura.com
6 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Berangkat Salat Id
ilustrasi

PortalMadura.Com – Sebentar lagi umat muslim akan menjumpai hari raya Idul Fitri. Hari raya yang biasanya selalu dinanti-nantikan oleh umat Islam sedunia ini menjadi momen yang sangat membahagiakan.

Saat menjumpai hari raya lebaran tersebut, kaum muslimin disunahkan melaksanakan salat Id. Tapi sebelum berangkat, ada beberapa hal yang disunahkan sebelum melakukannya. Apa saja?. Berikut penjelasannya:

Mandi Sebelum Berangkat untuk Salat Id
Terdapat riwayat shahih dalam Kitab Al-Muwattho’ dan lainnya bahwa Ibnu Umar mandi pada hari Id sebelum berangkat ke tempat salat. Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa jumhur ulama’ sepakat tentang kesunahan mandi sebelum berangkat untuk melaksanakan salat Id.

Alasan yang menjadi sebab disunahkannya mandi pada hari Jumat dan atau kesempatan lainnya saat kaum muslimin berkumpul secara umum, juga terdapat pada salat Id, bahkan boleh jadi pada salat Id alasan itu lebih kuat.

Makan Sebelum Salat Id Pada Idul Fitri, dan Sesudahnya Pada hari Idul Adha
Termasuk sunah di hari Idul Fitri, tidak berangkat salat Id sebelum memakan beberapa butir kurma, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Anas bin Malik, dia berkata,

Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berangkat pada hari Idul Fitri sebelum memakan beberapa butir kurma, dan dia memakannya dengan jumlah ganjil” (HR. Bukhari).

Jika tidak ada kurma, hendaknya dia makan sesuatu yang dibolehkan untuk mengisi perut sebelum melaksanakan salat Id. Adapun pada Idul Adha, maka yang disunahkan adalah tidak makan sebelum kembali dari salat Id. Hendaknya dia makan dari hewan kurbannya jika dia menyembelih hewan kurban, jika dia tidak memiliki hewan kurban, maka tidak mengapa dia makan sebelum salat Id.

Bertakbir di Hari Id
Hal ini termasuk sunah yang agung pada hari Id, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

Dari Walid bin Muslim dia berkata, ‘Aku bertanya kepada Al-Auzai dan Malik bin Anas tentang mengeraskan takbir pada dua Hari Raya.’ Mereka berdua menjawab, ‘Ya, dahulu Ibnu Umar mengeraskan takbir pada hari Idul Fitri hingga imam datang”.

Terdapat riwayat shahih dari Abu Abdurrahman As-Silmi, dia berkata, ‘Mereka para hari Idul Fitri lebih keras dibanding Idul Adha) Waki’ berkata, ‘Yang dimaksud (keras) adalah bertakbir’ (Lihat Irwa’ul Ghalil 3/122).

Sedangkan Imam Daruquthni meriwayatkan bahwa Ibnu Umar apabila berangkat untuk salat Idul Fitri dan Idul Adha, bersungguh-sungguh untuk bertakbir hingga tiba ke tempat salat, kemudian dia terus bertakbir hingga imam datang.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Az-Zuhri, dia berkata, ‘Orang-orang bertakbir pada hari Id hingga mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga ketika mereka mendatangi tempat salat dan hingga imam datang. Apabila imam telah datang, mereka semua diam, jika imam bertakbir, merekapun bertakbir.

Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata, ‘Dahulu orang-orang bertakbir sejak mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga datangnya imam (ke tempat salat untuk memulai salat).

Waktu takbir dalam salat Idul Fitri dimulai sejak malam Id hingga imam masuk (ke tempat salat) untuk melakukan shalat Id. Adapun dalam Idul Adha, maka takbir dimulai sejak hari pertama Dzulhijjah hingga matahari terbenam pada akhir hari tasyrik.

Tata Cara Takbir
Terdapat dalam mushannaf Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, bahwa dia bertakbir pada hari-hari Tasyrik (dengan redaksi berikut);

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد.

Artinya, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada tuhan yang disembah selain Allah, Allah Maha Besar, bagiNya segala puji“.

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan lagi dengan redaksi yang sama, hanya saja takbirnya menjadi tiga kali. Al-Mahamili meriwayatkan dengan sanad yang sahih juga dari Ibnu Mas’ud (redaksi berikut);

الله أكبر كبيراً الله أكبر كبيراً الله أكبر وأجلّ ، الله أكبر ولله الحمد
Allah Maha Besar, Allahu Maha Besar, Allah Maha Besar dan Agung, Allah Maha Besar, bagiNya segala puji” (Lihat Irwa’ul Ghalil, 3/126).

Ucapan Selamat
Termasuk adab pada hari Id adalah saling memberikan ucapan selamat yang baik satu sama lain, apapun redaksinya. Seperti ungkapan, taqabbalallahu minna wa minkum, atau, Idun Mubarak, atau yang semisalnya dalam berbagai bentuk redaksi yang dibolehkan.

Dari Jubair bin Nafir, dia berkata, ‘Para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, apabila berjumpa pada hari Id, mereka satu sama lain saling mengucapkan, taqabbalallahu minna wa minka.’ Ibnu Hajar berkata, sanadnya hasan (Fathul Bari, 2/446)

Pemberian ucapan selamat sudah dikenal di kalangan para sahabat, karenanya para ulama memberikan keringanan dalam hal ini, seperti Imam Ahmad dan lainnya.

Terdapat riwayat yang menunjukkan disyariatkannya ucapan selamat pada momen-momen tertentu, dan juga tindakan para sahabat yang memberikan ucapan selamat ketika mendapatkan sesuatu yang membahagiakan, seperti diterimanya taubat seseorang oleh Allah Ta’ala terhadap suatu perkara, lalu mereka berdiri untuk memberikan ucapan selamat karena itu. Adapula riwayat lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa ucapan selamat termasuk kemuliaan akhlak dan fenomena sosial yang baik di kalangan kaum muslimin.

Berhias Pada Dua Hari Id
Ibnu Umar berkata, ‘Umar radhiallahu anhu mengambil (membeli) sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengannya untuk Hari Raya dan menyambut tamu’. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di hari kiamat)” (HR. Bukhori).

Rasulullah menyetujui tindakan Umar untuk berhias pada hari Id, akan tetapi yang dia ingkari adalah membeli baju tersebut, karena terbuat dari sutera.

Dari Jabir radhialahu anhu, dia berkata, Adalah Rasululullah memiliki gamis yang biasa beliau pakai untuk salat dua Hari Raya dan hari Jumat. (Sahih Ibnu Khuzaimah)

Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Ibnu Umar memakai pakaian yang paling bagus pada Hari Id. Maka bagi kaum muslim yang ingin berangkat untuk menunaikan salat Id, hendaknya memakai pakaian yang paling bagus ketika berangkat.

Pergi ke Tempat Salat Melalui Suatu Jalan dan Kembali Melalui Jalan yang Berbeda
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah pada Hari Id menempuh jalan yang berbeda. (HR. Bukhari)

Ada yang mengatakan bahwa hikmah dari perbuatan tersebut adalah agar kedua jalan itu menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat, sebab bumi akan berbicara pada hari kiamat terhadap kebaikan atau keburukan yang dilakukan di atasnya.

Ada pula yang berpendapat, untuk menampakan syiar Islam pada kedua jalan tersebut atau untuk menampakkan zikir kepada Allah, atau untuk menimbulkan rasa gentar terhadap kaum munafik atau orang Yahudi dengan banyaknya orang bersamanya, atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, apakah untuk meminta fatwa, mengajarkan atau memenuhi segala kebutuhan, atau untuk mengunjungi kerabat dan bersilaturahim. Wallahu A’lam. (islamidia.com/Putri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.