IGJ Desak Perundingan E-Commerce dalam RCEP Dihentikan

Avatar of PortalMadura.com
IGJ desak perundingan e-commerce dalam RCEP dihentikan
Ilustrasi: Aktivitas e-commerce. (Foto file - Anadolu Agency)

PortalMadura.Com, – Indonesia for Global Justice () mendesak kepada para negosiator khususnya dari Indonesia, untuk segera menghentikan perundingan bab .

Sebagai informasi, sejak 19 hingga 28 Februari sedang berlangsung perundingan ke 25 RCEP di Nusa Dua, Bali.

Peneliti IGJ Olisias Gultom mengatakan desakan tersebut karena ketentuan untuk membuka transfer data dan larangan data lokalisasi dalam RCEP hanya akan merugikan Indonesia dan Negara berkembang lainnya akibat tidak adanya jaminan keamanan data, khususnya data publik.

Menurut Olisias, Indonesia dan Negara lainnya belum memiliki regulasi perlindungan data publik dengan standar yang sama dan memadai, sehingga akan menimbulkan risiko besar jika bab e-commerce dalam RCEP diselesaikan sebelum Negara memiliki regulasi yang kuat.

“Perundingan e-commerce harus dihentikan sebelum Negara memiliki regulasi yang kuat terkait dengan perlindungan data publik,” tutur Olisias. dilaporkan Anadolu Agency, Selasa (26/2/2019).

Dalam keterangan resminya, Selasa, Olisias mengatakan beberapa isu yang krusial dibahas dalam perundingan saat ini adalah pembukaan cross border data flow, larangan data lokalisasi, custom duties untuk elektronik transmission, dan larangan membuka source code.

Olisias menyatakan apabila perundingan e-commerce ini diselesaikan tanpa adanya jaminan kepastian hukum untuk perlindungan data dan regulasi penggunaan data publik, maka dipastikan akan mengancam Masyarakat dan merugikan Indonesia.

Menurut dia, Indonesia tidak akan mendapatkan banyak manfaat jika bab e-commerce diselesaikan tanpa adanya regulasi Nasional yang pasti.

“Tetapi sebaliknya hanya lebih banyak menguntungkan perusahaan multinasional yang mengambil data publik secara bebas tanpa aturan untuk kepentingan bisnisnya,” tegas Olisias.

Lebih lanjut Olisias menjelaskan pengumpulan data oleh perusahaan teknologi besar (big tech) yang saat ini dilakukan tanpa proteksi dan terkontrol, sama saja dengan membuka ruang terjadinya kolonialisasi data oleh perusahaan teknologi besar.

Olisias berpendapat apabila RCEP tidak membatasi aktivitas cross border data flows, maka perusahaan big tech di negara maju dapat dengan leluasa memindahkan data yang ada di Indonesia ke tempat yang menguntungkan baginya.

“Dan pada sisi yang bersamaan mempersulit otoritas Indonesia untuk mengakses data tersebut apabila terjadi masalah atau dibutuhkan,” lanjut dia.

Olisias menekankan pentingnya Indonesia untuk mewajibkan penempatan server data secara lokal di wilayah Indonesia. Menurut dia, kewajiban ini setidaknya dapat menjamin kemudahan melakukan akses bagi otoritas Indonesia terkait dengan persoalan hukum, pajak, keuangan, atau gangguan sosial yang bersifat massif apabila diperlukan.

“Untuk mewajibkan lokalisasi data memang membutuhkan prasyarat infrastruktur yang memadai, sementara Indonesia masih memiliki banyak persoalan,” tambah dia.

Menurut dia, permasalahan tersebut antara lain soal ketentuan tenaga listrik untuk mendukung pengoperasian server data.

“Ini justru harus menjadi fokus Pemerintah untuk memajukan industri digital di Indonesia kedepannya. Karena penguasaan data akan menjadi sumber ekonomi baru bagi Indonesia,” imbuh Olisias.

Dia menegaskan kurangnya infrastruktur tidak boleh dijadikan alasan oleh Pemerintah Indonesia untuk pada akhirnya melepaskan aturan kewajiban lokalisasi data di Indonesia, khususnya dalam perundingan RCEP.

“Jangan lagi kita dijajah kembali secara ekonomi karena tidak punya data. Karena data is the new oil,” tambah Olisias.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.